Catatan kecil saya yang sudah beberapa hari ini betah berlama-lama di draft. Mulai konsen beribadah, karena puasa… (Alasan…… Bilang aja malas).
Jiwa manusia memang tidak bisa diukur dengan alat apapun di dunia ini. Agar manusia mengenal dirinya dengan baik, manusia lebih baik menerima dirinya terlebih dahulu, lalu merasakan kenyamanan pada diri sendiri. Orang yang sudah nyaman dengan dirinya sendiri, akan merasakan kenyamanan jiwa. Kebahagian sejati itu tidak berada di luar hati kita, melainkan di dalam hati.
Pagi tadi setelah Shalat Subuh, aku duduk agak lama diatas sajadah sambil berzikir dan merenung. Aku merenungi tentang “keinginan” dan “kebutuhan”. Perenungan ini berasal dari teman saya yang menginginkan pasangan hidup.
Aku rasa tentang ini memang bisa menimbulkan perenungan, entah ia menginginkan atau membutuhkan pasangan hidup. Menurutku jika itu keinginan adalah lumrah, dan itu sangat manusiawi, namun jika itu merupakan kebutuhan, it means harus dipenuhi. Intinya, keinginan dan kebutuhan dapat dibedakan, kebutuhan itu memang harus diprioritaskan dan sedangkan keinginan hanyalah hawa nafsu.
Aku pikir perenungan semacam ini tak hanya untuk yang single, namun yang sudah bersuami atau istri pun seharusnya juga bisa merenungkannya, karena bisa jadi orang yang sudah berkeluarga pun tak luput dari kesalahan. “Melirik” yang bukan muhrimnya, dan alhamdulillah, kepercayaan saya ada aturan tentang “lirik-merilik” yang bukan muhrimnya, jadi kita terjaga oleh aturan yang telah ditetapkan firman Allah.
Jika aturan-aturan itu tak kita indahkan, akan terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, bahkan mampu membabi buta, sak enak e dewe dan ngawur.
Kalau sekedar keinginan, dan itu diteruskan, hal ini akan sangat merepotkan banyak pihak. Cita-cita mampu diwujudkan oleh cara-cara yang baik, berdasarkan suara hati, dan aturan yang baik.
Dalam hidup jika kita akan merasa bingung dalam membedakan sesuatu makna. Namun, jika kita mempunyai pedoman yang kuat dan mempunyai prinsip juga wawasan, insya Allah kita tidak akan tersesat. Kita juga harus bisa mawas diri antara keinginan dan kebutuhan, keharusan atau hanya nafsu belaka.
Sembahyang pagi ini aku akhiri dengan ucapan “Alhamdulillah”, always be grateful untuk semua yang telah diberikan oleh Gusti Allah. At least aku harus mensyukuri nikmat Tuhan, bersyukur apa yang telah dikaruniakan untuku. Aku bahagia dengan apa yang aku miliki, aku rasakan, rasa syukurlah yang mampu menentramkan perasaan dan akan meningkatkan keimanan kita. Dan aku bersyukur mempunyai kehidupan yang sederhana ini, terlebih orang-orang yang aku cintai.
.
.
Ramadhan penuh berkah dan hikmah,
Read More
Loading