Loading



Sawang Sinawang

AGEE COMPUTER | 10:33 AM | |
Kata “sawang sinawang” sering kita dengar terutama kalangan orang Jawa. Orang Jawa kerap kali bilang bahwa “urip iku sawang sinawang” — saling melihat — pepatah lain yang mengungkapkan “sawang sinawang” adalah Rumput Tetangga Lebih Hijau.
~ Sore dua hari yang lalu tepatnya, ada seorang tetangga bilang kalau saya ini uripnya [hidupnya] enak, bahagia. Ini juga pernah dikatakan teman sekelas saya ketika kuliah. Dia bilang, “Mbak Merry tuh hidupnya enak ya, selalu ceria, bahagia, kayak gak punya masalah.” Ungkapan polos teman saya.
Ketika dia bilang seperti itu, saya sedang dirundung masalah yang sangat besar, dan mungkin ketika itu saya ingin menangis sejadi-jadinya di bahu teman baikku, namun teman baikku tak sedang di sisiku. Saya sudah menikah waktu itu, dan temain baikku yang adalah suamiku sedang ke Jakarta mengurus dokumen-dokumen pekerjaannya. Masalah yang tidak mungkin aku ceritakan waktu itu, dan mungkin suatu saat dia akan tahu. Pada waktu itu, saya hanya menjawab, “Masa iya, aku seperti itu?” Sambil tertawa. Dia menjawab lagi, “iya kan mbak, mbak tuh ceria sekali, dengar saja ketawanya, renyah.” Aku tersenyum geli, padahal hatiku tak mau tersenyum.
Itulah, dia hanya melihat dari segi fisik, namun dari hati dia tak melihat. Begitulah “sawang sinawang” — saling melihat — meski lebih sering kita menjumpai yang bersifat superficial, yang terlihat hanya depannya saja. Sejauh mata memandang — yang nampak hanya permukaan — tanpa tahu kedalamannya.



Semua manusia pasti sering salah menilai orang. Si A, hidup mewah, punya mobil, rumah bagus, dll. Kita tak pernah tahu yang terjadi di dalamnya, perhaps dia banyak utang, keluarga tidak harmonis, atau mungkin semua itu hanya milik perusahaan. Terkadang perasaan sawang sinawang mampu menjadikan kita iri dan dengki, atau merendahkan seseorang, dan berpikir buruk tentang seseorang. Jadi ada lagi pepatah yang bilang, “Don’t judge a book by cover.” Ketika seseorang menilai luar tanpa mengetahui pribadi dalam orang lain. Jika kita selalu menilai positif seseorang, tak masalah, namun ketika kita selalu menilai negatif seseorang, itu yang masalah. Pelajaran “sawang sinawang” membuat kita bisa bersyukur, “nrima ing pandum”. Kata nrima ing pandum ini merupakan filsafah orang jawa, yang artinya penerima apa adanya, tanpa melihat sisi-sisi kelebihan manusia lain. Terkadang kita sering kebelinger ketika kita sering mengintip rumputnya tetangga. Tanamkan rasa bersyukur terhadap diri kita, sesungguhnya Allah selalu berada dengan orang-orang yang bersyukur.
. . That’s opinion of mine, for me personally, life doesn’t meet the eyes only, but also understand the heart.
. . By Merry Indria on Friday June 10, 2011 at 9:12 pm.