Pendewasaan diri itu memang ada masanya, adakalanya orang yang sudah berumur tapi kelakuan masih seperti anak-anak. Saya salah satunya, diumur yang segini nih, saya memang mengakui masih terlihat seperti anak ABG yang manjanya luar biasa. Bahkan ni sering rebutan papa sama si anak, hahaha... Soal emosi, saya juga termasuk yang kurang bisa memfilter emosi saya. Mau marah sama orang ya semua bakal saya omongi, bahkan salah satu teman dekat saya bilang, kalau saya itu orang yang paling ga bisa nyembunyiin perasaan. Kalau sebel sama orang muka saya itu paling pinter menggambarkan sebelnya saya sama itu orang, begitu juga sebaliknya.
Akhir-akhir ini saya memang sedang belajar mengendalikan emosi saya. Dulu kalau lagi manyun sama suami bisa saya musuhi seharian. Tapi beberapa waktu lalu, saya kok jadi ga tega kalau lagi manyun sama suami, sebenernya antara ga tega juga ga betah sih, hihihi..
Pengendalian diri memang penting. Apalagi menghadapi orang-orang yang belum mengenal kita. Terkadang orang yang sudah kenal kita saja masih salah paham terhadap kita yang "suka cablak". Sebagai contoh saja ketika saya mengungkapkan rasa kangen yang ga bisa tersampaikan, terkadang saya suka "ngambek" bahkan bisa aja saya ngomong macam-macam, dan akhirnya si doi yang mungkin sedang nggak tahu apa maksud saya bisa menangkap yang sebaliknya, atau mungkin ga nangkap sama sekali. Nah, dari sini dan di hari ini, yang saya sedang mengalami sesuatu hal yang tidak bisa saya sampaikan, dan saya menyampaikan dengan "kode", parahnya yang dikodein ga paham (salah sendiri pake kode segala, hihihi), menyadari akan suatu hal. Sebisa mungkin kita berkomunikasi dengan baik, bahkan ketika sedang marah (dan itu sulit untuk sebagian orang). Kita juga seharusnya bisa menangkap maksud seseorang saat orang mengajak kita berbicara. Berkomunikasi dengan terbuka dan baik akan menghasilkan "omongan" yang baik juga. Jika kita mengawali komunikasi dengan emosi, bisa jadi hasilnya akan seperti ibu-ibu yang lagi adu mulut.
Saya juga sedang belajar salah satu hal dari suami saya, sesuatu hal yang sulit untuk saya lakukan. Suami saya itu tipikal orang yang cepet banget buang rasa marahnya. Jadi, kalau lagi berantem sama dia, saya yang masih mangkel gitu, dia cepet banget menghangatkan suasana yang diingin. Kalau saya orangnya kaku, jadi kalau mau berantem sama saya, harus bisa dan tahu selahnya saya. Kalau mau diem saya supaya saya bisa intropeksi, ya jangan harap saya mau berintropeksi, apalagi yang diemin saya hanya seorang teman, wah bakal musuhan sama saya lama itu, hihihi... Hanya beberapa yang saya ga betah dieman lama-lama, sama suami dan keluarga, mereka adalah segalanya buat saya. Tanpa mereka saya bukan siapa-siapa, jadi jangan heran aja kalau seorang teman sok sok ngediemin saya, buat saya berintropeksi dan lalu minta maaf, tapi saya cuek aja. :) <--- gagal mengendalikan diri. :p
Untungnya selama saya punya teman, saya hanya nemu beberapa yang seperti itu. Bukan sahabat saya, sahabat saya akan mengutarakan jika saya melakukan kesalahan, dan mereka akan berbicara baik-baik dengan saya, menunjukan hal ini baik atau buruk, nyakitin dia atau enggak. Harusnya kan begitu yang namanya sahabat, kalau mereka mengaku sahabat sih... :D
Menurut saya mengendalikan diri itu tak hanya mampu mengendalikan emosi, tapi mampu merangkai kata untuk mengungkapkan rasa terhadap orang yang sedang "bermasalah" dengan kita. Saya sedang belajar merangkainya dan membuat "nada indah" untuk mengutarakannya, karena hingga sekarang saya masih belum mampu, masih mengeluarkan otot dan nada tinggi hingga beberapa oktaf hingga perasaan saya membaik.