Loading



Wanita Independece

AGEE COMPUTER | 4:23 AM | | | |
Awalnya aku sempat bingung harus memilih kategori mana untuk posting kali ini. Yups, akhirnya aku pilih kategori Sharing . Tak ada alasan apa-apa, kecuali tell a story about our time zone (baca: LDR), dan segala kelemahan dan kelebihan ketika harus menjalani hubungan jarak jauh.

Aku dan suamiku memang menjalani Long Distance Relationship. Yah, meskipun aku dan dia hanya setahun bertemu dan itu pun aku dan dia hanya 3 bulan bertemu.



Suamiku bekerja di suatu perusahaan kapal pesiar, dari tahun 2000. Tahun 2000 itu aku masih SMP. Kebetulan umurku dan dia terpaut cukup jauh, 14 tahun, dewasa, sosok itulah yang memang aku cari, yang bisa meredam setiap emosiku, yang tidak mau memperkeruh keadaan ketika aku sedang labil, itulah suamiku. Saat aku marah, dia menjauh dari aku, dalam arti “menjauh” di sini adalah mengungsi, membiarkan aku meluapkan emosi sesaatku, saat dia pikir emosiku menurun barulah dia datang dan membahas masalah yang sedang kita hadapi.

Aku dan dia mempunyai prosentase besar untuk tidak saling dekat (dalam hal ini: fisik), namun aku percaya hati kita setiap hari sangat dekat bahkan semakin dekat. Aku sendiri pun sering membayangkan, bagaimana dia di sana, bekerja keras untuk kita di sini. Kasian suamiku..








Bagaimana tidak, hidup sebagai pelaut itu tidak segampang kebanyakan orang pikir. Bekerja di dalam kapal yang sebesar itu, dan terkadang terombang-ambing di atas laut dengan gelombang besar, keselamatan suamiku yang selalu aku pikirkan dan aku khawatirkan. Belum lagi kesehatan dia, kalau dia sakit siapa yang merawat dia? Ah sayang, aku akan selalu sabar menunggumu..

Menjadi aku itu tidak mudah, mempunyai suami yang harus bekerja jauh dari keluarga. Tapi harus bagaimana lagi, itu sudah resikoku memilih dia menjadi suamiku. Banyak orang menilai aku wanita kesepian, mungkin ada beberapa orang yang iseng sampai berkata, “Kesepian ya neng ditinggal suami jauh.” Aku tak mau menanggapi hal semacam itu, yang tahu ukuran aku kesepian atau tidak adalah diriku sendiri.

Memang aku akui terkadang aku merasa sepi tanpa dia di sampingku, itu hal wajar menjadi istri yang seperti aku, suami bekerja di negeri orang. Aku terus berfikir, dan selalu menenangkan diri, bahwa aku tidak sendiri, banyak wanita yang seperti aku. Justru aku mendapat banyak segi positif yang aku ambil dari semua ini.
Istri seperti aku dituntut untuk lebih mandiri. Aku harus kuat, dan aku harus bisa mengerjakan apa pun ketika suami jauh. Mengerjakan pekerjaan suami saat dirumah, seperti melumasi pagar dengan oli, memasang lampu yang mati, hingga mengecat. Kemana-mana aku sendiri, dan aku mendapatkan informasi tentang apapun sendiri. Namun aku tidak pernah merasakan bahwa aku sebatang kara, tidak. Aku masih punya saudara, keluarga yang mungkin masih mau menolong aku ketika sesuatu hal tersebut tidak bisa aku kerjakan sendirian. Sifat-sifat mandiri yang sebelum itu aku tidak punya (karena aku termasuk anak manja), akhirnya perlahan aku mulai dapatkan. Suamiku selalu berpesan padaku supaya aku menjadi lebih mandiri, dan bersabar.

Aku sekarang sangat tertarik dengan wanita yg sangat independence, namun tetap menghargai laki-laki sebagai suami. Aku sedih jika aku melihat wanita yang kemana-mana harus diantar jemput suami, apa-apa dengan suami, bukan maksud hati iri, namun lebih kepada risih melihat terlalu addicted pada pasangan.




Dan terlebih jika wanita tidak punya ketegasan untuk memutuskan suatu hal yang prinsipal. Contohnya:
Seperti kasus yang dialami salah satu temanku. Dia wanita karir, bekerja di salah satu bank swasta, mempunyai satu anak yang masih baby (5 bulan-an lah). Waktu yang dia punya hanya sabtu dan minggu. Kebetulan hari-hari tersebut dia harus tinggal di rumah mertua, karena hari-hari itu mertua juga libur (maklum PNS). Temanku ini mengeluh saat di rumah mertua, dia jarang sekali merawat anaknya (menggendong, menemani tidur, dll) karena si baby dikuasai oleh mertua. Dan parahnya temanku ini tidak punya ketegasan untuk mengambil alih kekuasaan tersebut. Hasilnya, anak lebih condong pada neneknya. Sedih hati ketika aku mendengarnya, karena aku juga seorang ibu, dan anakku pun terkadang juga begitu, padahal setiap hari dan setiap waktu selalu dengan aku, apalagi yang harus bekerja hingga sore.

Itulah, kenapa istri yang jauh dari suami harus diwajibkan untuk mandiri dan dewasa, bahkan harus mempunyai wawasan yang luas. Karena kita jauh dari suami, yang seharusnya bisa melindungi kita (itu jika dinilai dari segi fisik). Apapun yang aku lakukan dan aku kerjakan di sini, aku harus bisa mandiri dan bisa ambil keputusan sendiri tanpa harus merugikan diri sendiri dan suami.

Aku tidak hanya merasakan sisi positif, tapi juga segi negatif. Aku yang sekarang lebih paranoid dan terlalu takut untuk dikhianati. Pengalaman masa lalu membuat aku takut merasakan sakit hati karena pengkhianatan. Namun, aku harus selalu berfikir positif pada suamiku, hanya pikiran positif itulah yang membuatku yakin dan selalu mempunyai energi positif juga. Untuk apalah dia berbuat seperti itu, toh dia sudah punya anak yang sangat lucu dan pintar. Aku juga yakin meskipun dia terbilang cuek, namun dalam hatinya sangat menyayangi kami sebagai keluarganya.

Di bulan hampir ke-empat aku menunggumu..
March 27, 2012… Tuesday night when the sky smiles at me with its stars.