Awalnya aku sempat bingung harus memilih kategori mana untuk posting kali ini. Yups, akhirnya aku pilih kategori Sharing . Tak ada alasan apa-apa, kecuali tell a story about our time zone (baca: LDR), dan segala kelemahan dan kelebihan ketika harus menjalani hubungan jarak jauh.
Aku dan suamiku memang menjalani Long Distance Relationship. Yah, meskipun aku dan dia hanya setahun bertemu dan itu pun aku dan dia hanya 3 bulan bertemu.
Suamiku bekerja di suatu perusahaan kapal pesiar, dari tahun 2000. Tahun 2000 itu aku masih SMP. Kebetulan umurku dan dia terpaut cukup jauh, 14 tahun, dewasa, sosok itulah yang memang aku cari, yang bisa meredam setiap emosiku, yang tidak mau memperkeruh keadaan ketika aku sedang labil, itulah suamiku. Saat aku marah, dia menjauh dari aku, dalam arti “menjauh” di sini adalah mengungsi, membiarkan aku meluapkan emosi sesaatku, saat dia pikir emosiku menurun barulah dia datang dan membahas masalah yang sedang kita hadapi.
Aku dan dia mempunyai prosentase besar untuk tidak saling dekat (dalam hal ini: fisik), namun aku percaya hati kita setiap hari sangat dekat bahkan semakin dekat. Aku sendiri pun sering membayangkan, bagaimana dia di sana, bekerja keras untuk kita di sini. Kasian suamiku..
Bagaimana tidak, hidup sebagai pelaut itu tidak segampang kebanyakan orang pikir. Bekerja di dalam kapal yang sebesar itu, dan terkadang terombang-ambing di atas laut dengan gelombang besar, keselamatan suamiku yang selalu aku pikirkan dan aku khawatirkan. Belum lagi kesehatan dia, kalau dia sakit siapa yang merawat dia? Ah sayang, aku akan selalu sabar menunggumu..
Menjadi aku itu tidak mudah, mempunyai suami yang harus bekerja jauh dari keluarga. Tapi harus bagaimana lagi, itu sudah resikoku memilih dia menjadi suamiku. Banyak orang menilai aku wanita kesepian, mungkin ada beberapa orang yang iseng sampai berkata, “Kesepian ya neng ditinggal suami jauh.” Aku tak mau menanggapi hal semacam itu, yang tahu ukuran aku kesepian atau tidak adalah diriku sendiri.
Memang aku akui terkadang aku merasa sepi tanpa dia di sampingku, itu hal wajar menjadi istri yang seperti aku, suami bekerja di negeri orang. Aku terus berfikir, dan selalu menenangkan diri, bahwa aku tidak sendiri, banyak wanita yang seperti aku. Justru aku mendapat banyak segi positif yang aku ambil dari semua ini.
Istri seperti aku dituntut untuk lebih mandiri. Aku harus kuat, dan aku harus bisa mengerjakan apa pun ketika suami jauh. Mengerjakan pekerjaan suami saat dirumah, seperti melumasi pagar dengan oli, memasang lampu yang mati, hingga mengecat. Kemana-mana aku sendiri, dan aku mendapatkan informasi tentang apapun sendiri. Namun aku tidak pernah merasakan bahwa aku sebatang kara, tidak. Aku masih punya saudara, keluarga yang mungkin masih mau menolong aku ketika sesuatu hal tersebut tidak bisa aku kerjakan sendirian. Sifat-sifat mandiri yang sebelum itu aku tidak punya (karena aku termasuk anak manja), akhirnya perlahan aku mulai dapatkan. Suamiku selalu berpesan padaku supaya aku menjadi lebih mandiri, dan bersabar.
Aku sekarang sangat tertarik dengan wanita yg sangat independence, namun tetap menghargai laki-laki sebagai suami. Aku sedih jika aku melihat wanita yang kemana-mana harus diantar jemput suami, apa-apa dengan suami, bukan maksud hati iri, namun lebih kepada risih melihat terlalu addicted pada pasangan.
Dan terlebih jika wanita tidak punya ketegasan untuk memutuskan suatu hal yang prinsipal. Contohnya:
Seperti kasus yang dialami salah satu temanku. Dia wanita karir, bekerja di salah satu bank swasta, mempunyai satu anak yang masih baby (5 bulan-an lah). Waktu yang dia punya hanya sabtu dan minggu. Kebetulan hari-hari tersebut dia harus tinggal di rumah mertua, karena hari-hari itu mertua juga libur (maklum PNS). Temanku ini mengeluh saat di rumah mertua, dia jarang sekali merawat anaknya (menggendong, menemani tidur, dll) karena si baby dikuasai oleh mertua. Dan parahnya temanku ini tidak punya ketegasan untuk mengambil alih kekuasaan tersebut. Hasilnya, anak lebih condong pada neneknya. Sedih hati ketika aku mendengarnya, karena aku juga seorang ibu, dan anakku pun terkadang juga begitu, padahal setiap hari dan setiap waktu selalu dengan aku, apalagi yang harus bekerja hingga sore.
Itulah, kenapa istri yang jauh dari suami harus diwajibkan untuk mandiri dan dewasa, bahkan harus mempunyai wawasan yang luas. Karena kita jauh dari suami, yang seharusnya bisa melindungi kita (itu jika dinilai dari segi fisik). Apapun yang aku lakukan dan aku kerjakan di sini, aku harus bisa mandiri dan bisa ambil keputusan sendiri tanpa harus merugikan diri sendiri dan suami.
Aku tidak hanya merasakan sisi positif, tapi juga segi negatif. Aku yang sekarang lebih paranoid dan terlalu takut untuk dikhianati. Pengalaman masa lalu membuat aku takut merasakan sakit hati karena pengkhianatan. Namun, aku harus selalu berfikir positif pada suamiku, hanya pikiran positif itulah yang membuatku yakin dan selalu mempunyai energi positif juga. Untuk apalah dia berbuat seperti itu, toh dia sudah punya anak yang sangat lucu dan pintar. Aku juga yakin meskipun dia terbilang cuek, namun dalam hatinya sangat menyayangi kami sebagai keluarganya.
Di bulan hampir ke-empat aku menunggumu..
March 27, 2012… Tuesday night when the sky smiles at me with its stars.
Read More
Loading
Kejujuran Itu Perlu
Mungkin ini adalah pengalamanku yang paling bikin bikin aku naik darah. Beberapa hari yang lalu, aku dan seorang tetangga sebelah menjenguk anak tetangga kita yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Sengaja kita mampir ke toko kue langganan dia, karena harganya murah dan tempat juga tidak terlalu jauh dari rumah.
Di toko itu tersedia berbagai macam kue dan bentuk yang lucu-lucu, juga dengan rasa yang bermacam-macam. Ada kue isi pisang, keju, dll. Nah, ada yang membuat aku jengkel ketika itu. Saat itu memilih kue rasa pisang-coklat-keju, aku sengaja minta tiga kue. Ketika akan dimasukkan dalam kardus pembungkus kue, salah satu kue pesananku jatuh. Saat itu aku sengaja berpura-pura tidak tahu, dan kagetnya kue yang jatuh tadi bukannya di buang malah mau dikasih ke aku.. Sialan kan?!! Dia pikir aku tidak melihat atau aku bisa dibodohi gitu sama dia?
Mulai emosiku naik, tapi aku berusaha berfikir bagaimana aku “menyentil” si penjual kue tersebut. Aku bertanya pada si penjual kue, ini kue yang diambil dari sini kan? (Sambil menunjuk tempat kue). Dengan santai dan tanpa rasa takut, si penjual menjawab, iya. Tak segan lagi pertanyaan aku ulangi, benar ini kue yang diambil dari sini?? (Aku masih menunjuk tempat kuenya), namun si penjual masih bergeming tak mau mengganti kue yang jatuh tadi dengan yang baru.
Dasarnya aku yang lagi marah, aku menyerahkan uang untuk membayar semua kue yang aku pesan, namun aku tidak menerima kue yang dia serahkan padaku. Saat itu aku hanya bilang, “Silahkan makan kue-kue itu, itu kue gratis dari aku untuk anda. Anda bisa makan kue itu dihadapan saya sekarang juga.” Ungkapku ketika itu dengan nada ketus.
Tiba-tiba ada seorang ibu setengah baya keturunan China (yah, mungkin berumur 40-an) menghampiri kami. Rupanya dia si pemilik toko kue itu. Dia memarahi si penjual kue, dan mengancam dipecat jika kejadian ini terulang lagi, kemudian si pemilik toko kue itu minta maaf kepadaku dan bersedia mengganti kue-kue yang aku pesan dengan yang baru. Saat itu aku hanya menggeleng, aku tidak menerima, karena itulah aku saat aku marah dan kecewa dengan pelayanan sebuah toko. Sejak itu aku tak pernah dan tak akan pernah kembali ke toko kue tersebut. Itu pertama kali aku masuk ke toko kue itu dan untuk terakhir kalinya. Kapoook!!!
Well, dilingkungan pemasaran atau marketing, kejujuran selalu diutamakan. Karena kejujuran adalah kunci menuju sukses. Jika tidak ada rasa jujur, aku bisa jamin produk yang dipasarkan tidak akan bisa laku dipasaran. Dalam hal ini tidak hanya kejadian itu saja yang aku alami, banyak orang menawarkan produk dan menjanjikan ini itu tapi kenyataannya “NOL”. Begitu juga dengan relationship, entah itu hubungan pertemanan, perkawinan, dll. Tanpa adanya kejujuran, tak akan ada jalan yang terang menuju kesuksesan.
“Whoever is careless with the truth in small matters cannot be trusted with important matters.” – Einstein.
Always telling the truth..
Saat kamu bertindak jujur, bibir berucap pun akan terasa nikmat, dan suatu saat ketika ditanya kembali kita tidak perlu mencoba mengingat, karena kejujuran akan terus mengendap dalam otak kita.
March 17, 2012. Saturday night.. Read More
Di toko itu tersedia berbagai macam kue dan bentuk yang lucu-lucu, juga dengan rasa yang bermacam-macam. Ada kue isi pisang, keju, dll. Nah, ada yang membuat aku jengkel ketika itu. Saat itu memilih kue rasa pisang-coklat-keju, aku sengaja minta tiga kue. Ketika akan dimasukkan dalam kardus pembungkus kue, salah satu kue pesananku jatuh. Saat itu aku sengaja berpura-pura tidak tahu, dan kagetnya kue yang jatuh tadi bukannya di buang malah mau dikasih ke aku.. Sialan kan?!! Dia pikir aku tidak melihat atau aku bisa dibodohi gitu sama dia?
Mulai emosiku naik, tapi aku berusaha berfikir bagaimana aku “menyentil” si penjual kue tersebut. Aku bertanya pada si penjual kue, ini kue yang diambil dari sini kan? (Sambil menunjuk tempat kue). Dengan santai dan tanpa rasa takut, si penjual menjawab, iya. Tak segan lagi pertanyaan aku ulangi, benar ini kue yang diambil dari sini?? (Aku masih menunjuk tempat kuenya), namun si penjual masih bergeming tak mau mengganti kue yang jatuh tadi dengan yang baru.
Dasarnya aku yang lagi marah, aku menyerahkan uang untuk membayar semua kue yang aku pesan, namun aku tidak menerima kue yang dia serahkan padaku. Saat itu aku hanya bilang, “Silahkan makan kue-kue itu, itu kue gratis dari aku untuk anda. Anda bisa makan kue itu dihadapan saya sekarang juga.” Ungkapku ketika itu dengan nada ketus.
Tiba-tiba ada seorang ibu setengah baya keturunan China (yah, mungkin berumur 40-an) menghampiri kami. Rupanya dia si pemilik toko kue itu. Dia memarahi si penjual kue, dan mengancam dipecat jika kejadian ini terulang lagi, kemudian si pemilik toko kue itu minta maaf kepadaku dan bersedia mengganti kue-kue yang aku pesan dengan yang baru. Saat itu aku hanya menggeleng, aku tidak menerima, karena itulah aku saat aku marah dan kecewa dengan pelayanan sebuah toko. Sejak itu aku tak pernah dan tak akan pernah kembali ke toko kue tersebut. Itu pertama kali aku masuk ke toko kue itu dan untuk terakhir kalinya. Kapoook!!!
Well, dilingkungan pemasaran atau marketing, kejujuran selalu diutamakan. Karena kejujuran adalah kunci menuju sukses. Jika tidak ada rasa jujur, aku bisa jamin produk yang dipasarkan tidak akan bisa laku dipasaran. Dalam hal ini tidak hanya kejadian itu saja yang aku alami, banyak orang menawarkan produk dan menjanjikan ini itu tapi kenyataannya “NOL”. Begitu juga dengan relationship, entah itu hubungan pertemanan, perkawinan, dll. Tanpa adanya kejujuran, tak akan ada jalan yang terang menuju kesuksesan.
“Whoever is careless with the truth in small matters cannot be trusted with important matters.” – Einstein.
Always telling the truth..
Saat kamu bertindak jujur, bibir berucap pun akan terasa nikmat, dan suatu saat ketika ditanya kembali kita tidak perlu mencoba mengingat, karena kejujuran akan terus mengendap dalam otak kita.
March 17, 2012. Saturday night.. Read More
Short Note: Loss
When I write this I am listening to “Lost” by Michael Buble. I have an idea then, to write about “Lost”, “lose” or “Loss”.
Loss
Loss is sad, but this is something that we can’t avoid in our life’s journey. When we lose something, of course, heart or soul, we feel disappointed, hurt and even human at all, if we react strongly with this anger, crying, stress, loss of hope, protested to the will of God, to live with intention to terminate. Especially if we lose people who are closest, the most we love, and place of hope, a dream too (because I have had). It took a long time to wake up and realize a loss that I’ve experienced a few years ago, I learned, that loss is a process of getting (getting better) and vice versa. Get part of the loss.
A natural process of life experienced by all humans. Process that teaches us to see and accept reality, and the process to realize the nature of the self as a man who has a point in the life of an era perhaps I’m wrong, but at least it is a life experience that I’ve experienced. Although once I didn’t realize it, but the day, the more I realize that losing is the process of establishing a stronger spirit.
Loss can happen to anyone, not indiscriminately, the rich, the poor, the beautiful and even the beast ones. Because the loss is a process that must be passed in the wheel of life. Anything that is in us for life in this world nothing is eternal. therefore, we must learn to accept losing and letting go.
Perhaps the theory is easy to say, but at least with the experience of loss, we can learn to prepare yourself to be able to receive the soul elated. Loss can occur at any time in life and so we are still strong move when something is taken away from us because of tomorrow only God knows. We as humans can only plan and strive to realize, but all the will in God’s hands.
Well, although as I write this, I hope the people I love are always there for me, and will not leave me.
As our saying goes: “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang”, this means the memory and the traces it left behind was never really lost, but lives in the hearts and our memories. We can learn to love to lose it (though heavy). Losing makes a lot of lessons and new experiences for us, so we can welcome the process: accept ourselves. Said the wise man does not have anything except the experience of life and when we realized we’d never have any, it should not sink into prolonged grief when we lose.
Well, the loss can make us really strong, and able to face the reality that life is not eternal. And when we lose something, we will be able to learn and grow mature, and dispose of our ego. All the world belongs to God, when we lose something it means that God took it, we have no right to insult God.
*I wish I had the power….*
**trying to write in English, I apologize if there are errors in writing.
Merry. @march5,2012 (originally written) Read More
Loss
Loss is sad, but this is something that we can’t avoid in our life’s journey. When we lose something, of course, heart or soul, we feel disappointed, hurt and even human at all, if we react strongly with this anger, crying, stress, loss of hope, protested to the will of God, to live with intention to terminate. Especially if we lose people who are closest, the most we love, and place of hope, a dream too (because I have had). It took a long time to wake up and realize a loss that I’ve experienced a few years ago, I learned, that loss is a process of getting (getting better) and vice versa. Get part of the loss.
A natural process of life experienced by all humans. Process that teaches us to see and accept reality, and the process to realize the nature of the self as a man who has a point in the life of an era perhaps I’m wrong, but at least it is a life experience that I’ve experienced. Although once I didn’t realize it, but the day, the more I realize that losing is the process of establishing a stronger spirit.
Loss can happen to anyone, not indiscriminately, the rich, the poor, the beautiful and even the beast ones. Because the loss is a process that must be passed in the wheel of life. Anything that is in us for life in this world nothing is eternal. therefore, we must learn to accept losing and letting go.
Perhaps the theory is easy to say, but at least with the experience of loss, we can learn to prepare yourself to be able to receive the soul elated. Loss can occur at any time in life and so we are still strong move when something is taken away from us because of tomorrow only God knows. We as humans can only plan and strive to realize, but all the will in God’s hands.
Well, although as I write this, I hope the people I love are always there for me, and will not leave me.
As our saying goes: “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang”, this means the memory and the traces it left behind was never really lost, but lives in the hearts and our memories. We can learn to love to lose it (though heavy). Losing makes a lot of lessons and new experiences for us, so we can welcome the process: accept ourselves. Said the wise man does not have anything except the experience of life and when we realized we’d never have any, it should not sink into prolonged grief when we lose.
Well, the loss can make us really strong, and able to face the reality that life is not eternal. And when we lose something, we will be able to learn and grow mature, and dispose of our ego. All the world belongs to God, when we lose something it means that God took it, we have no right to insult God.
*I wish I had the power….*
**trying to write in English, I apologize if there are errors in writing.
Merry. @march5,2012 (originally written) Read More
Subscribe to:
Posts (Atom)