Duh, hari ini saya dibuat marah sama seseorang, bukan ding, dua orang. Mereka orang-orang terdekat, bisa dibilang begitu. Asal mula dari seseorang yang sudah sepuh bilang dan bercerita bahwa saya ini ibu yang tidak bertanggung jawab. Huaaaa… *mikir* Looh, apa dasarnya mereka bilang begitu? Mereka apa sudah jadi orang tua yang bertanggung jawabkah?? Duh, mbok ya o ngaca dulu sebelum kalian bilang begitu..
Sore kemarin memang saya menitipkan si kecil Sasha kerumah eyangnya, karena mama saya sakit, kata orang Jawa “kecethit”. Saya menitipkan Sasha ketika dia flu. Sebenarnya saya tidak tega menitipkan dia yang sedang flu, tapi apa boleh buat mama saya sakit dan saya harus menemani beliau di rumah sendiri, dan keesokan harinya saya harus mengurus kegiatan rumah sendiri. Mulai dari nyapu, ngepel, mencuci baju, masak, dan bahkan setrika semua saya bereskan (maklum tak punya cukup dana untuk membayar pembantu), hingga saya terkena flu juga. Fine, it’s okay because they said so.. Tapi yang saya mungkin tak habis pikir, kenapa mereka bilang begitu? Ketika mereka menitipkan anak mereka, dalam keadaan sakit bahkan hingga mual-mual, muntah, dll, apa mereka juga orang tua yang bertanggung jawab?
Sekarang begini, mereka yang masih sanggup mengurus anak, masih juga menitipkan anak mereka yang sakit, bahkan terkadang mereka sengaja menitipkan anak mereka yang sedang sakit, pun dengan alasan yang tak masuk akal juga. Kok sekarang aku yang dibilang ibu yang tidak bertanggung jawab? Padahal saya juga tahu dengan mata kepala saya sendiri anak mereka sakit di rumah eyangnya tanpa ada orang tua, dan saya hanya diam tanpa berkomentar.
Ketika saya menulis tentang uneg-uneg saya, saya ingat janji saya kepada seorang sahabat, yang melarangku memaki orang di social network and kind of them. Ini bukan makian, hanya curahan kemarahan hati, biar merasa lega, dan memberikan contoh kecil bagi kita untuk tidak semata-mata menghujat orang tanpa berkaca terlebih dahulu. Don’t judge someone before you look at yourself in a mirror.
Dan ingat, Jangan biarkan ucapanmu dijadikan senjata untuk menyakiti orang lain. Pergunakan ucapanmu untuk kebaikanmu dan orang lain.
Ah, let it go.. Saya tak mau ambil pusing lagi. Mungkin ini adalah ujian kesabaran saya menghadapi liku hidup dan menjadikan saya lebih menerima, legawa, sabar, dan ikhlas.. Allah tidak tidur, Allah menyayangi hambanya yang sabar ketika orang-orang disekelilingnya menghujatmu..
Read More
Loading
Petan
Selasa siang saya dengan teman saya sengaja jalan-jalan ke desa, berkunjung ke rumah teman lama saya. Saat tiba di rumah teman saya, saya dipersilahkan masuk sama ibu-ibu setengah baya. Ibu-ibu tengah asyik “petan” dengan tetangganya, dan saya pun mau tidak mau mendengarkan ibu-ibu itu bercerita. Ada 4 ibu-ibu duduk berjejer membentuk barisan, seperti kereta, entah mereka mencari kutu atau uban, intinya mereka sedang petan-petan. Inti cerita yang mereka bicarakan adalah mengenai masalah tentangga [a.k.a "ngrasani / ngegosip], hahaha…
Kegiatan petan ini biasanya dilakukan siang atau menjelang sore, karena saat-saat itu mereka tak lagi punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kegiatan petan dilakukan di depan rumah, atau halaman dibawah pohon yang rindang, beralaskan tikar arau dingklik kecil [tempat untuk duduk yang terbuat dari kayu, bentuknya kecil.. Search di google saja biar jelas..].
Kebiasaan petan ini tak hanya dipandang dari segi negatifnya saja, [karena biasanya yang petan dia banyak kutunya] melainkan sisi positifnya. Lihat saja ketika mereka petan, kegiatan mereka tak hanya menjadi ajang mencari kutu atau uban tetapi juga menjadi ajang bersosialisasi, meski kadang-kadang juga membicarakan kehidupan orang lain atau ngrasani, hehehe…
Ada rasa tenggang rasa, tepa sliro, juga kepedulian dari sesama warga yang menyukai hobi petan dan dipetani.
Pengertian petan tak hanya untuk mencari kutu saja loh, ternyata mencari uban juga bisa dibilang petan. Soalnya tadi yang sedang petan itu ibu-ibu yang baru tumbuh uban. Lalu, terkadang ada orang yang sedang memilih/metan beras dari kutu, atau kotoran, itupun juga disebut petan.
Penggambaran petan ini bisa dikatakan, orang harusnya juga harus bisa “metani” diri sendiri, atau bahasa lainnya “intropeksi diri”. Ketika kita ada masalah, dan orangpun menghindari kita, harusnya kita bisa “metani” diri kita sendiri, apa salah kita. Namun, itu bukan hal yang sangat mudah, karena manusia biasanya lebih cepat melihat kesalahan orang lain daripada diri sendiri.
Tulisan kecil saat nginap di rumah mertua, pas lagi mengalami insomnia dadakan..
.
Merry Indria, Saturday night, June 21, 2011 at 10:42 pm.
*Baru sempat published… ^_* Read More
Kegiatan petan ini biasanya dilakukan siang atau menjelang sore, karena saat-saat itu mereka tak lagi punya pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kegiatan petan dilakukan di depan rumah, atau halaman dibawah pohon yang rindang, beralaskan tikar arau dingklik kecil [tempat untuk duduk yang terbuat dari kayu, bentuknya kecil.. Search di google saja biar jelas..].
Kebiasaan petan ini tak hanya dipandang dari segi negatifnya saja, [karena biasanya yang petan dia banyak kutunya] melainkan sisi positifnya. Lihat saja ketika mereka petan, kegiatan mereka tak hanya menjadi ajang mencari kutu atau uban tetapi juga menjadi ajang bersosialisasi, meski kadang-kadang juga membicarakan kehidupan orang lain atau ngrasani, hehehe…
Ada rasa tenggang rasa, tepa sliro, juga kepedulian dari sesama warga yang menyukai hobi petan dan dipetani.
Pengertian petan tak hanya untuk mencari kutu saja loh, ternyata mencari uban juga bisa dibilang petan. Soalnya tadi yang sedang petan itu ibu-ibu yang baru tumbuh uban. Lalu, terkadang ada orang yang sedang memilih/metan beras dari kutu, atau kotoran, itupun juga disebut petan.
Penggambaran petan ini bisa dikatakan, orang harusnya juga harus bisa “metani” diri sendiri, atau bahasa lainnya “intropeksi diri”. Ketika kita ada masalah, dan orangpun menghindari kita, harusnya kita bisa “metani” diri kita sendiri, apa salah kita. Namun, itu bukan hal yang sangat mudah, karena manusia biasanya lebih cepat melihat kesalahan orang lain daripada diri sendiri.
Tulisan kecil saat nginap di rumah mertua, pas lagi mengalami insomnia dadakan..
.
Merry Indria, Saturday night, June 21, 2011 at 10:42 pm.
*Baru sempat published… ^_* Read More
Senja Dikerinduanku
AGEE COMPUTER |
6:17 AM |
Lighthouse
|
Rindu
Diujung senja ini aku membaca semua surat-surat yang kamu kirim padaku. Surat-surat cinta yang masih tersimpan rapi pada folder pribadiku. Surat yang aku baca setiap aku merindukanmu, surat yang aku simpan sebagai pengingat bahwa kamu masih seperti dulu, tiada berubah dari dirimu, dan aku tak ingin kamu berubah, never gonna change your love for me, because I need your love as spirit of my life, very strong.
Masih teringat jelas di memory otakku, mengingat dirimu yang terlalu takut kehilangan aku, dan bait-bait kata yang kamu gambarkan ketika merindukanku. Sayang, begitu waktu cepat berlalu dan kamu masih saja mengitari laut untuk mencari kebahagiaan keluarga kecilmu. I proud of you, Amor — never someone like you — you’re the one I love forever and ever.
Pada kalimat-kalimatmu dulu, membuatku rinduku semakin membiru, merindu matamu yang selalu tersenyum padaku, perbincangan kita, diskusi-diskusi masa depan kita dan perdebatan konyol kita. Perdebatan yang seharusnya tak kita perdebatkan, hanya saja kita memang kurang kerjaan, hahaha… Namun, andai saja tidak ada perdebatan itu, tak akan ada warna dalam ruang kehidupan cinta kita. Seseungguhnya aku menyukai setiap argumen yang kamu berikan, namun terkadang aku bosan dengan pedebatan konyol kita. Aku ingin memelukmu, mengatakan, “Hentikan perdebatan ini, peluk aku, dan kamu akan merasa nyaman.”
Aku kangen suaramu, merajuk, mengatakan, “Sayang, kangen ki lho…” Seperti anak kecil yang inginkan sesuatu. Ah, andai saja ketika kau berada di dekatku saat ini, kamu akan aku peluk dalam ketenangan jiwa, menyembuhkan rasa rindu menjadi jiwa dalam tenangnya cinta. Aku rindu wajahmu, wajah yang naif tak ingin jauh dariku, menggenggam tanganku tak ingin lepas, dan senyum simpulmu yang membuatku makin tak sanggup kehilanganmu.
Masih teringat jelas di memory otakku, mengingat dirimu yang terlalu takut kehilangan aku, dan bait-bait kata yang kamu gambarkan ketika merindukanku. Sayang, begitu waktu cepat berlalu dan kamu masih saja mengitari laut untuk mencari kebahagiaan keluarga kecilmu. I proud of you, Amor — never someone like you — you’re the one I love forever and ever.
Pada kalimat-kalimatmu dulu, membuatku rinduku semakin membiru, merindu matamu yang selalu tersenyum padaku, perbincangan kita, diskusi-diskusi masa depan kita dan perdebatan konyol kita. Perdebatan yang seharusnya tak kita perdebatkan, hanya saja kita memang kurang kerjaan, hahaha… Namun, andai saja tidak ada perdebatan itu, tak akan ada warna dalam ruang kehidupan cinta kita. Seseungguhnya aku menyukai setiap argumen yang kamu berikan, namun terkadang aku bosan dengan pedebatan konyol kita. Aku ingin memelukmu, mengatakan, “Hentikan perdebatan ini, peluk aku, dan kamu akan merasa nyaman.”
Aku kangen suaramu, merajuk, mengatakan, “Sayang, kangen ki lho…” Seperti anak kecil yang inginkan sesuatu. Ah, andai saja ketika kau berada di dekatku saat ini, kamu akan aku peluk dalam ketenangan jiwa, menyembuhkan rasa rindu menjadi jiwa dalam tenangnya cinta. Aku rindu wajahmu, wajah yang naif tak ingin jauh dariku, menggenggam tanganku tak ingin lepas, dan senyum simpulmu yang membuatku makin tak sanggup kehilanganmu.
Ingin rasanya mendapat surat-surat seperti itu lagi, darimu tentu saja. Namun, tak akan lagi ada surat yang seperti itu lagi karena hidup sudah berubah. Entah berubah menjadi apa, aku tak mengerti. Aku rasa bunga mawar telah berubah menjadi anggrek, sangat sulit dipercaya, dan aku tak sanggup mempercayainya. Aku tak mampu melepas angan dan asa yang aku genggam di pinggir sungaiku. Keluarga ini membuatku bahagia, aku merasakan semua perasaan yang terciptakan kepada manusia. Cinta, rindu, pengharapan, kesedihan, kekecewaan, tawa, tangis, bosan ah, semua perasaan, aku merasakannya….
.
Love me faithfully, See how I am faithful; With all my heart and all my soul; I am with you, even though I am far away.
Read More
Love me faithfully, See how I am faithful; With all my heart and all my soul; I am with you, even though I am far away.
Unfaithful
AGEE COMPUTER |
5:05 AM |
Daily life
|
Little Note
~ Unfaithful….
I must burn all our past.. Just leave me here in pieces, if you want to find me on the dark side of the sun, I don’t wanna see what we’ve become.
I gotta go from this condition, or perhaps I gotta sleep from my life. I don’t wanna feel this hurt, this pain. Wake me up when it’s over after the ending.
.
.
~Unfaithful…
If I could be anyone today, maybe you recognize me on crowded street. I feel this pain like so many times before, filmed like the scene in the cutting room floor. Just let you walk away this night without a word.
I’m looking back, and wondering why. That nothing change and it won’t, still stay in all this pain. I can’t wait in another second, minute, hour, and day. Put me out of my misery, even I can read your mind, you are not in it. You wouldn’t have to lie to me… So save sour voice, and don’t waste your breath,
I know something that I don’t know yet…
.
.
~Unfaithful…
Never know and never know the reason why, you leave me here alone. I can’t hold my breath, can’t understand the reason, that’s not the reason. I know there is a new girl in your heart, your new life. I can’t see you like before, no time, no moment, you leave me without a reason.
You play the game of love with me, and I never know that this is your game. This time I think its best to do it alone!
.
.
There’s nothing that he’s worthy of, you’re just another player. Playing in the name of love. I’ve seen enough, now this must come to an end. Get another Boyfriend!!!!
~ For the lover who have left me and played the stupid game….. Read More
Nrimo Ing Pandum
.
Nah, pada posting saya yang berjudul “Sawang Sinawang” ada kalimat kecil yang berarti menerima pemberian-Nya apa adanya.
Nrimo ing pandum dalam istilah jawa mempunyai makna sebagai bentuk kondisi pengendalian terhadap hawa nafsu atau banyaknya keinginan dalam hidup di dunia ini.
Sikap menerima, mengandung arti yang sangat dalam pada keadaan yang mau tidak mau harus kita hadapi, dan menerima dengan sangat lapang dada.
Menerima disini bukan berarti menyerah dengan keadaan, namun lebih menekankan pada sifat BERSYUKUR dengan apa yang sudah kita dapat, dengan kata lain tidak ngresula atau mengeluh.
Kepanjangan filsafah “nrima ing pandum” tak hanya sepenggal dari kata-kata tadi. Lengkapnya: “nrima ing pandum, lan nrima nalika ora keduman” — Menerima ketika kita mendapat sesuatu, dan menerima menerima ketika tidak mendapatkan sesuatu.
Kata lain yang mampu kita gunakan adalah ikhlas. Seseorang yang memiliki sifat ikhlas, adalah orang-orang yang tergolong beruntung. Tidak semua manusia memiliki sifat ikhlas, dan sifat ikhlas sangat sulit kita pegang. Hanya satu kunci dari ikhlas, yaitu beriman kepada-Nya, Allah SWT. Saya pun terkadang sulit mengiklhaskan sesuatu yang tidak bisa menjadi milik saya, namun saya percaya ini bukan yang terbaik untuk saya, dan saya percaya Tuhan tahu yang terbaik untukku.
Kita harus belajar menerima keadaan yang terjadi dengan kita, sepahit apapun. Karena Allah maha tahu, Allah tahu yang terbaik untuk kita. Kita bisa belajar dari kehidupan sekitar, dan banyak hal yang terjadi lingkungan kita. Orang yang sering tidak bisa Bersyukur atau iklas dengan segala karunia Allah adalah orang-orang yang tak pernah puas dengan apa yang diraihnya. Maka sering terjadi hal-hal yang seharusnya kita bisa melakukannya di jalan Allah, ini sebaliknya, melakukan hal-hal dengan cara tidak diridhoi oleh Allah atau bisa dibilang menhalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang kita ingin. Naudzubillah…
Apa tidak lebih nyaman dan damai seandainya kita dapat melakoni hidup dengan tanpa ambisi namun bisa menyelesaikan kewajiban dengan sesempurna dan setulus hati? Menuntaskan apa yang terdapat di hadapan kita dan bukan berangan-angan khayal ke mana-mana?
Pertanyaan yang orang lain tak mampu menjawabnya, dan hanya kita sendiri yang mampu menjawabnya.
Read More
Nah, pada posting saya yang berjudul “Sawang Sinawang” ada kalimat kecil yang berarti menerima pemberian-Nya apa adanya.
Nrimo ing pandum dalam istilah jawa mempunyai makna sebagai bentuk kondisi pengendalian terhadap hawa nafsu atau banyaknya keinginan dalam hidup di dunia ini.
Sikap menerima, mengandung arti yang sangat dalam pada keadaan yang mau tidak mau harus kita hadapi, dan menerima dengan sangat lapang dada.
Menerima disini bukan berarti menyerah dengan keadaan, namun lebih menekankan pada sifat BERSYUKUR dengan apa yang sudah kita dapat, dengan kata lain tidak ngresula atau mengeluh.
Kepanjangan filsafah “nrima ing pandum” tak hanya sepenggal dari kata-kata tadi. Lengkapnya: “nrima ing pandum, lan nrima nalika ora keduman” — Menerima ketika kita mendapat sesuatu, dan menerima menerima ketika tidak mendapatkan sesuatu.
Kata lain yang mampu kita gunakan adalah ikhlas. Seseorang yang memiliki sifat ikhlas, adalah orang-orang yang tergolong beruntung. Tidak semua manusia memiliki sifat ikhlas, dan sifat ikhlas sangat sulit kita pegang. Hanya satu kunci dari ikhlas, yaitu beriman kepada-Nya, Allah SWT. Saya pun terkadang sulit mengiklhaskan sesuatu yang tidak bisa menjadi milik saya, namun saya percaya ini bukan yang terbaik untuk saya, dan saya percaya Tuhan tahu yang terbaik untukku.
Kita harus belajar menerima keadaan yang terjadi dengan kita, sepahit apapun. Karena Allah maha tahu, Allah tahu yang terbaik untuk kita. Kita bisa belajar dari kehidupan sekitar, dan banyak hal yang terjadi lingkungan kita. Orang yang sering tidak bisa Bersyukur atau iklas dengan segala karunia Allah adalah orang-orang yang tak pernah puas dengan apa yang diraihnya. Maka sering terjadi hal-hal yang seharusnya kita bisa melakukannya di jalan Allah, ini sebaliknya, melakukan hal-hal dengan cara tidak diridhoi oleh Allah atau bisa dibilang menhalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang kita ingin. Naudzubillah…
Apa tidak lebih nyaman dan damai seandainya kita dapat melakoni hidup dengan tanpa ambisi namun bisa menyelesaikan kewajiban dengan sesempurna dan setulus hati? Menuntaskan apa yang terdapat di hadapan kita dan bukan berangan-angan khayal ke mana-mana?
Pertanyaan yang orang lain tak mampu menjawabnya, dan hanya kita sendiri yang mampu menjawabnya.
Read More
Tepa Slira
::: Saya diingatka kembali dengan ungkapan, atau kalimat pendek dari Jawa, yaitu “Tepa Slira”. Arti dari “tepa slira” adalah tenggang rasa, himbauan agar segala sesuatu yang terjadi diukur dan diterapkan pada diri sendiri, dengan kata lain, Empati. Tepa Slira Dengan demikian perbuatan kita tidak semena-mena terhadap orang lain. Kita juga mampu menghargai orang lain, dengan mampu menempatkan diri.
Inti dalam bahasa Indonesia adalah, kalau merasa sakit saat dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Jika tersinggung kalau diejek mengenai kelemahan diri sendiri, maka jangan pula mengejek kelemahan orang lain, karena dia juga pasti tersinggung. Yen lara atine bojone dielus-elus uwong, ya aja ngelus-elus bojone uwong, kalau pasangannya gak mau direbut, ya jangan merebut, apalagi sudah merebut, melabrak lagi, hahahaha…
Dengan menempatkan diri, dan mengukur segala sesuatu didalam diri kita, orang lain pun juga akan menghargai kita. Tutur kata yang halus, ramah, dan baik kepada orang, orang juga akan respect terhadap perilaku kita, dan kita tidak akan dipandang sebelah mata. Tepa slira juga mampu mendamaikan rasa.
Nah, selain ungkapan Tepa-Slira ada ungkapan bahasa Jawa lain yang patut untuk kita lihat dan pahami yaitu AJA RUMANGSAN, AJA KAGETAN dan AJA DUMEH. Jika kita laksanakan ungkapan-ungkapan ini, kehidupan kita akan menjadi lebih harmoni dan tidak akan terjadi konflik antara sesama manusia.
Ungkapan-ungkapan tadi seharusnya kita pelajari dari kecil, dan anak-anak kita nanti juga harus diajarkan untuk bertenggang rasa terhadap semua makhluk hidup, khususnya manusia, agar kita senantiasa damai dan jauh dari pertengkaran.
Read More
Yen awake dhewe krasa lara dicethot, ya aja nyethot uwong jalaran larane wong dicethot iku ya padha rasane kaya nalika awake dhewe dicethot uwong. Yen awake dhewe mangkel diina, ya aja ngina uwong.
Inti dalam bahasa Indonesia adalah, kalau merasa sakit saat dicubit, maka janganlah mencubit orang lain. Jika tersinggung kalau diejek mengenai kelemahan diri sendiri, maka jangan pula mengejek kelemahan orang lain, karena dia juga pasti tersinggung. Yen lara atine bojone dielus-elus uwong, ya aja ngelus-elus bojone uwong, kalau pasangannya gak mau direbut, ya jangan merebut, apalagi sudah merebut, melabrak lagi, hahahaha…
Dengan menempatkan diri, dan mengukur segala sesuatu didalam diri kita, orang lain pun juga akan menghargai kita. Tutur kata yang halus, ramah, dan baik kepada orang, orang juga akan respect terhadap perilaku kita, dan kita tidak akan dipandang sebelah mata. Tepa slira juga mampu mendamaikan rasa.
Nah, selain ungkapan Tepa-Slira ada ungkapan bahasa Jawa lain yang patut untuk kita lihat dan pahami yaitu AJA RUMANGSAN, AJA KAGETAN dan AJA DUMEH. Jika kita laksanakan ungkapan-ungkapan ini, kehidupan kita akan menjadi lebih harmoni dan tidak akan terjadi konflik antara sesama manusia.
Ungkapan-ungkapan tadi seharusnya kita pelajari dari kecil, dan anak-anak kita nanti juga harus diajarkan untuk bertenggang rasa terhadap semua makhluk hidup, khususnya manusia, agar kita senantiasa damai dan jauh dari pertengkaran.
Read More
Sawang Sinawang
.
.
Kata “sawang sinawang” sering kita dengar terutama kalangan orang Jawa. Orang Jawa kerap kali bilang bahwa “urip iku sawang sinawang” — saling melihat — pepatah lain yang mengungkapkan “sawang sinawang” adalah Rumput Tetangga Lebih Hijau.
~ Sore dua hari yang lalu tepatnya, ada seorang tetangga bilang kalau saya ini uripnya [hidupnya] enak, bahagia. Ini juga pernah dikatakan teman sekelas saya ketika kuliah. Dia bilang, “Mbak Merry tuh hidupnya enak ya, selalu ceria, bahagia, kayak gak punya masalah.” Ungkapan polos teman saya.
Ketika dia bilang seperti itu, saya sedang dirundung masalah yang sangat besar, dan mungkin ketika itu saya ingin menangis sejadi-jadinya di bahu teman baikku, namun teman baikku tak sedang di sisiku. Saya sudah menikah waktu itu, dan temain baikku yang adalah suamiku sedang ke Jakarta mengurus dokumen-dokumen pekerjaannya. Masalah yang tidak mungkin aku ceritakan waktu itu, dan mungkin suatu saat dia akan tahu. Pada waktu itu, saya hanya menjawab, “Masa iya, aku seperti itu?” Sambil tertawa. Dia menjawab lagi, “iya kan mbak, mbak tuh ceria sekali, dengar saja ketawanya, renyah.” Aku tersenyum geli, padahal hatiku tak mau tersenyum. Itulah, dia hanya melihat dari segi fisik, namun dari hati dia tak melihat. Begitulah “sawang sinawang” — saling melihat — meski lebih sering kita menjumpai yang bersifat superficial, yang terlihat hanya depannya saja. Sejauh mata memandang — yang nampak hanya permukaan — tanpa tahu kedalamannya.
Semua manusia pasti sering salah menilai orang. Si A, hidup mewah, punya mobil, rumah bagus, dll. Kita tak pernah tahu yang terjadi di dalamnya, perhaps dia banyak utang, keluarga tidak harmonis, atau mungkin semua itu hanya milik perusahaan. Terkadang perasaan sawang sinawang mampu menjadikan kita iri dan dengki, atau merendahkan seseorang, dan berpikir buruk tentang seseorang. Jadi ada lagi pepatah yang bilang, “Don’t judge a book by cover.” Ketika seseorang menilai luar tanpa mengetahui pribadi dalam orang lain. Jika kita selalu menilai positif seseorang, tak masalah, namun ketika kita selalu menilai negatif seseorang, itu yang masalah. Pelajaran “sawang sinawang” membuat kita bisa bersyukur, “nrima ing pandum”. Kata nrima ing pandum ini merupakan filsafah orang jawa, yang artinya penerima apa adanya, tanpa melihat sisi-sisi kelebihan manusia lain. Terkadang kita sering kebelinger ketika kita sering mengintip rumputnya tetangga Tanamkan rasa bersyukur terhadap diri kita, sesungguhnya Allah selalu berada dengan orang-orang yang bersyukur. .
.
That’s opinion of mine, for me personally, life doesn’t meet the eyes only, but also understand the heart. Read More
.
Kata “sawang sinawang” sering kita dengar terutama kalangan orang Jawa. Orang Jawa kerap kali bilang bahwa “urip iku sawang sinawang” — saling melihat — pepatah lain yang mengungkapkan “sawang sinawang” adalah Rumput Tetangga Lebih Hijau.
~ Sore dua hari yang lalu tepatnya, ada seorang tetangga bilang kalau saya ini uripnya [hidupnya] enak, bahagia. Ini juga pernah dikatakan teman sekelas saya ketika kuliah. Dia bilang, “Mbak Merry tuh hidupnya enak ya, selalu ceria, bahagia, kayak gak punya masalah.” Ungkapan polos teman saya.
Ketika dia bilang seperti itu, saya sedang dirundung masalah yang sangat besar, dan mungkin ketika itu saya ingin menangis sejadi-jadinya di bahu teman baikku, namun teman baikku tak sedang di sisiku. Saya sudah menikah waktu itu, dan temain baikku yang adalah suamiku sedang ke Jakarta mengurus dokumen-dokumen pekerjaannya. Masalah yang tidak mungkin aku ceritakan waktu itu, dan mungkin suatu saat dia akan tahu. Pada waktu itu, saya hanya menjawab, “Masa iya, aku seperti itu?” Sambil tertawa. Dia menjawab lagi, “iya kan mbak, mbak tuh ceria sekali, dengar saja ketawanya, renyah.” Aku tersenyum geli, padahal hatiku tak mau tersenyum. Itulah, dia hanya melihat dari segi fisik, namun dari hati dia tak melihat. Begitulah “sawang sinawang” — saling melihat — meski lebih sering kita menjumpai yang bersifat superficial, yang terlihat hanya depannya saja. Sejauh mata memandang — yang nampak hanya permukaan — tanpa tahu kedalamannya.
Semua manusia pasti sering salah menilai orang. Si A, hidup mewah, punya mobil, rumah bagus, dll. Kita tak pernah tahu yang terjadi di dalamnya, perhaps dia banyak utang, keluarga tidak harmonis, atau mungkin semua itu hanya milik perusahaan. Terkadang perasaan sawang sinawang mampu menjadikan kita iri dan dengki, atau merendahkan seseorang, dan berpikir buruk tentang seseorang. Jadi ada lagi pepatah yang bilang, “Don’t judge a book by cover.” Ketika seseorang menilai luar tanpa mengetahui pribadi dalam orang lain. Jika kita selalu menilai positif seseorang, tak masalah, namun ketika kita selalu menilai negatif seseorang, itu yang masalah. Pelajaran “sawang sinawang” membuat kita bisa bersyukur, “nrima ing pandum”. Kata nrima ing pandum ini merupakan filsafah orang jawa, yang artinya penerima apa adanya, tanpa melihat sisi-sisi kelebihan manusia lain. Terkadang kita sering kebelinger ketika kita sering mengintip rumputnya tetangga Tanamkan rasa bersyukur terhadap diri kita, sesungguhnya Allah selalu berada dengan orang-orang yang bersyukur. .
.
That’s opinion of mine, for me personally, life doesn’t meet the eyes only, but also understand the heart. Read More
Tabiat Dosenku
Ini semua gara-gara siang tadi, temenku nge-tweet aneh. Dia bilang, “saiki nek foto2 nunjukno mobil gawananne toh?? #trendOKB”. Setelah aku tanya siapa, dia bilang “dosenmu”. Penasaran kan, aku tanya, “dosenku yang mana?”, setelah dia bilang “sing tumpakane C**” [yang tunggangannya C**], baru tersadar tanpa harus sebut nama. Jangan dibilang deh, ini dosen memang super “somsek” [sombong sekali].
Aku rada sedikit dendam sama ini dosen. Ketika matkul, SL, she said “any question?”, aku nunjuk tangan nih, karena memang ada pertanyaan yang ingin aku ketahui jawabnya. And I asked “Untuk kata … [Lupa ane, hehehe] itu apa ya maksudnya?”, dan memang sialan bener ini dosen, dia malah bilang gini, **”Udah semester 7 gak tau artinya kata itu.” Hmmm, sialan juga ini orang, gak tau apa aku lebih tua dari dia? Mentang-mentang bokapnya pejabat dia belagu amat. Dengan halus aku ungkapkan, “Maaf Miss, bukan arti yang saya tanyakan, tapi maksud, dan kenapa dia harus ada di dalam golongan social tersebut?” Mukanya waktu itu tak pernah aku lupa, swear, merah gitoo.. “Nanti saja saya jelaskan.” **Nyahoooook… Dia niat buat aku malu, atau memang dia juga tidak tahu maknanya?? Dan saya pun tak kehabisan akal untuk buat dia malu di depan teman-teman saya… Hahahahahaha…. Hingga sekarang, saya wisuda, saya belum juga dapat jawaban dari sang dosen, hingga pertanyaannya pun lupa..
Dan satu lagi, saya dan teman-teman saya memang memandang dia sebagai dosen yang super lebay (a.k.a: sok). Dia terbilang dosen baru di kampus kami, tetapi yang bikin kita gerah adalah sikapnya yang seperti dia **”pinter dewe” [pintar sendiri] dan **”sok pede”. Terkadang setelah matkul dosen lebay itu selesai, kita tertawa ngakak di kelas. Kenapa? Karena pronunciation dia yang terkadang salah. For example: dia selalu mengucapkan kata “English” dengan ucapan seperti ini: “Eng-lish”. What?? Dia lulusan University TOP di Surabaya, kenapa pronunciation dia jadi begitu ya?? Tapi, tak apalah, toh kita mahasiswa sudah tak terpengaruh “gaya salah” sang dosen.
Belum lagi ketika saya menanyakan nilai translation, [yang pas banget "pendalaman teori" dengannya] dia dengan enteng bilang, **”Kalau kamu dapat D, jangan merengek-rengek sama saya. Kamu kira anak-anak yang ‘pendalaman teori’ gak bisa dapat D? Jangan salah.” Kalau aku tidak ingat siapa dia disitu dan ketika aku lihat nilaiku B [B?? Lumayan untuk dosen sepelit dia], **pasti sudah aku becek-becek mulutnya… Hufft.. Sabar… Ingat pepatah: masuk telinga kanan, keluar telinga kiri [kebalik ga ya? ]. [**KEJADIAN-KEJADIAN DIATAS JANGAN DITIRU. DON'T TRY THIS AT HOME & SCHOOL/CAMPUS]
Nah, terkadang kita sebagai pengajar memang sering “salah ngajar”. Pun ketika saya terjun langsung untuk mengajar siswa-siswa SMK yang di kotaku merupakan sekolah yang sangat bagus, saya juga pernah melakukan kesalahan. Saya manusia, wajar itu. Saya menyadari kekurangan saya ketika itu. Waktu itu saya selalu mengawali pelajaran dengan kalimat ini:
Kalimat tadi dimaksudkan supaya mereka tidak minder, atau saya tidak malu ketika saya melakukan kesalahan dan “kelupaan” menjelaskan teori. Saya tidak mau sombong. Apa yang mau disombongkan? Ilmu saja pas-pasan. Jika saya pandai, saya pun tak ingin sombong, dan bertingkah “sok” dihadapan siswa-siswa saya. Karena hal yang paling dibanggakan seorang pengajar, selain membuat mereka pandai dan banyak wawasan, adalah disegani oleh siswa dan dekat dengan mereka, [tentunya masih ada sopan santun murid terhadap guru]. Dekat dengan murid memang gampang, namun menjaga kewibawaan itulah yang memang sulit.
Jika dosen semua di prodi kampusku seperti dia semua, mahasiswa banyak yang makin “senewen”. Gimana jadi pendidik kalau tingkahnya masih seperti itu? Shout out di twitter, kalimatnya kasar sekali, belum status-status di facebook, sama sekali tidak mencerminkan seorang dosen. Seharusnya dia sebagai tenaga pengajar yang baru, harus mendekatkan dirinya kepada hati mahasiswa, toh jika dia melakukan kesalahan ketika dia mengajar, paling tidak tidak ada hinaan kepadanya. Seperti yang saya lakukan ini, namun saya tidak menghina, hanya memaparkan kenyataan saja. Hahahaha….. Maaf bu dosen, jika anda membaca posting saya, dan anda tidak berkenan, seharusnya anda berkaca terlebih dahulu sebelum menuntut saya. Tulisan saya merupakan sedikit kritik dan saran, jika tidak terima, jangan hidup di dunia ini, karena hidup memerlukan kritik dan saran dari siapapun. Terima kasih….. .
.
Guru, digugu dan ditiru. Kalau gurunya sombong dan angkuh, bagaimana dengan muridnya???
*pendlemingan sang insomnia dadakan*
June 9, 2011 at 01.30 am. Read More
Aku rada sedikit dendam sama ini dosen. Ketika matkul, SL, she said “any question?”, aku nunjuk tangan nih, karena memang ada pertanyaan yang ingin aku ketahui jawabnya. And I asked “Untuk kata … [Lupa ane, hehehe] itu apa ya maksudnya?”, dan memang sialan bener ini dosen, dia malah bilang gini, **”Udah semester 7 gak tau artinya kata itu.” Hmmm, sialan juga ini orang, gak tau apa aku lebih tua dari dia? Mentang-mentang bokapnya pejabat dia belagu amat. Dengan halus aku ungkapkan, “Maaf Miss, bukan arti yang saya tanyakan, tapi maksud, dan kenapa dia harus ada di dalam golongan social tersebut?” Mukanya waktu itu tak pernah aku lupa, swear, merah gitoo.. “Nanti saja saya jelaskan.” **Nyahoooook… Dia niat buat aku malu, atau memang dia juga tidak tahu maknanya?? Dan saya pun tak kehabisan akal untuk buat dia malu di depan teman-teman saya… Hahahahahaha…. Hingga sekarang, saya wisuda, saya belum juga dapat jawaban dari sang dosen, hingga pertanyaannya pun lupa..
Dan satu lagi, saya dan teman-teman saya memang memandang dia sebagai dosen yang super lebay (a.k.a: sok). Dia terbilang dosen baru di kampus kami, tetapi yang bikin kita gerah adalah sikapnya yang seperti dia **”pinter dewe” [pintar sendiri] dan **”sok pede”. Terkadang setelah matkul dosen lebay itu selesai, kita tertawa ngakak di kelas. Kenapa? Karena pronunciation dia yang terkadang salah. For example: dia selalu mengucapkan kata “English” dengan ucapan seperti ini: “Eng-lish”. What?? Dia lulusan University TOP di Surabaya, kenapa pronunciation dia jadi begitu ya?? Tapi, tak apalah, toh kita mahasiswa sudah tak terpengaruh “gaya salah” sang dosen.
Belum lagi ketika saya menanyakan nilai translation, [yang pas banget "pendalaman teori" dengannya] dia dengan enteng bilang, **”Kalau kamu dapat D, jangan merengek-rengek sama saya. Kamu kira anak-anak yang ‘pendalaman teori’ gak bisa dapat D? Jangan salah.” Kalau aku tidak ingat siapa dia disitu dan ketika aku lihat nilaiku B [B?? Lumayan untuk dosen sepelit dia], **pasti sudah aku becek-becek mulutnya… Hufft.. Sabar… Ingat pepatah: masuk telinga kanan, keluar telinga kiri [kebalik ga ya? ]. [**KEJADIAN-KEJADIAN DIATAS JANGAN DITIRU. DON'T TRY THIS AT HOME & SCHOOL/CAMPUS]
Nah, terkadang kita sebagai pengajar memang sering “salah ngajar”. Pun ketika saya terjun langsung untuk mengajar siswa-siswa SMK yang di kotaku merupakan sekolah yang sangat bagus, saya juga pernah melakukan kesalahan. Saya manusia, wajar itu. Saya menyadari kekurangan saya ketika itu. Waktu itu saya selalu mengawali pelajaran dengan kalimat ini:
“Anak-anak, saya disini bukan hanya sebagai ‘pembagi’ ilmu, namun saya disini juga bisa belajar dari kalian. Dan intinya kita sama-sama belajar.”
Kalimat tadi dimaksudkan supaya mereka tidak minder, atau saya tidak malu ketika saya melakukan kesalahan dan “kelupaan” menjelaskan teori. Saya tidak mau sombong. Apa yang mau disombongkan? Ilmu saja pas-pasan. Jika saya pandai, saya pun tak ingin sombong, dan bertingkah “sok” dihadapan siswa-siswa saya. Karena hal yang paling dibanggakan seorang pengajar, selain membuat mereka pandai dan banyak wawasan, adalah disegani oleh siswa dan dekat dengan mereka, [tentunya masih ada sopan santun murid terhadap guru]. Dekat dengan murid memang gampang, namun menjaga kewibawaan itulah yang memang sulit.
Jika dosen semua di prodi kampusku seperti dia semua, mahasiswa banyak yang makin “senewen”. Gimana jadi pendidik kalau tingkahnya masih seperti itu? Shout out di twitter, kalimatnya kasar sekali, belum status-status di facebook, sama sekali tidak mencerminkan seorang dosen. Seharusnya dia sebagai tenaga pengajar yang baru, harus mendekatkan dirinya kepada hati mahasiswa, toh jika dia melakukan kesalahan ketika dia mengajar, paling tidak tidak ada hinaan kepadanya. Seperti yang saya lakukan ini, namun saya tidak menghina, hanya memaparkan kenyataan saja. Hahahaha….. Maaf bu dosen, jika anda membaca posting saya, dan anda tidak berkenan, seharusnya anda berkaca terlebih dahulu sebelum menuntut saya. Tulisan saya merupakan sedikit kritik dan saran, jika tidak terima, jangan hidup di dunia ini, karena hidup memerlukan kritik dan saran dari siapapun. Terima kasih….. .
.
Guru, digugu dan ditiru. Kalau gurunya sombong dan angkuh, bagaimana dengan muridnya???
*pendlemingan sang insomnia dadakan*
June 9, 2011 at 01.30 am. Read More
Cinta Dan Luka
.
sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa
membenci dirimu, sesungguhnya aku tak mampu
sulit untuk ku bisa, sangat sulit ku tak bisa
memisahkan segala cinta dan benci yang ku rasa
[Geisha]
Perasaan mencinta terkadang memang indah dirasakan. Jika sedang jatuh cinta, hati akan merasakan kesenangan, senyum di bibirpun pasti selalu mengembang. Setiap bangun tidur yang ada dipikiran kita adalah orang yang sedang kita cintai. Makan, mandi, dan aktivitas-aktivitas yang lain, hingga tidurpun dia muncul di mimpi. Perasaan kita selalu ingin dekat dengan dia, karena kenyamanan dan ketentraman ketika kita dekat dengan seorang yang kita cinta. Ketika dekat, kita tak mau berpisah sedetikpun dengannya. Kita akan merasakan rindu, selalu memikirkannya. Ah, cinta…. — cinta itu memang indah kan?!
Namun cinta tak seindah bayangan kita. Ketika kita merasakan cinta, kita juga akan merakan sakit atas cinta itu sendiri. Pengkhianatan oleh kekasih yang kita cintai, atau mungkin kita mencintai seseorang namun seseorang itu tidak mencintai kita. Setiap kita merasakan cinta, kita akan merasakan sakit hati, terluka dan ingin membencinya. Namum ketika kita ingin membencinya, kita tak akan mampu, dan tak akan sanggup, karena masih ada cinta. Ingat ungkapan latin yang mengatakan “Ubi amor, ibi dolor” yang artinya where there is love, there is pain.
Swirling clouds of purple’d blue dance-
Flighting touches here and again-
Pause only in a fighter’s stance
To let the petals drop once more.
Crystalline sparkles glance askew-
Glistening as made of rubies-
Rain’d in morn from the eyes of two
Who fear the gale, the coming storm.
Ubi amor, ibi dolor.
Always;
Overt or nay,
They abound; paired,
Ever paired,
Feeling.
Swirling clouds again take the sky-
A cyclone of Felt power there-
Rise in a twinned embrace on high,
To the pinnacle of curse’d life.
Ubi amor, ibi dolor.
Always.
[Elysian]
Begitulah ketika mencintai seseorang, karena kita mencintai orang, orang itu makhluk yang tidak sempurna. Berbeda ketika kita mencintai Allah, kita tidak akan pernah disakiti oleh-Nya karena Allah Maha Pengasih da Penyayang.
.
.
Merry Indria Read More
sungguh aku tak bisa, sampai kapanpun tak bisa
membenci dirimu, sesungguhnya aku tak mampu
sulit untuk ku bisa, sangat sulit ku tak bisa
memisahkan segala cinta dan benci yang ku rasa
[Geisha]
Perasaan mencinta terkadang memang indah dirasakan. Jika sedang jatuh cinta, hati akan merasakan kesenangan, senyum di bibirpun pasti selalu mengembang. Setiap bangun tidur yang ada dipikiran kita adalah orang yang sedang kita cintai. Makan, mandi, dan aktivitas-aktivitas yang lain, hingga tidurpun dia muncul di mimpi. Perasaan kita selalu ingin dekat dengan dia, karena kenyamanan dan ketentraman ketika kita dekat dengan seorang yang kita cinta. Ketika dekat, kita tak mau berpisah sedetikpun dengannya. Kita akan merasakan rindu, selalu memikirkannya. Ah, cinta…. — cinta itu memang indah kan?!
Namun cinta tak seindah bayangan kita. Ketika kita merasakan cinta, kita juga akan merakan sakit atas cinta itu sendiri. Pengkhianatan oleh kekasih yang kita cintai, atau mungkin kita mencintai seseorang namun seseorang itu tidak mencintai kita. Setiap kita merasakan cinta, kita akan merasakan sakit hati, terluka dan ingin membencinya. Namum ketika kita ingin membencinya, kita tak akan mampu, dan tak akan sanggup, karena masih ada cinta. Ingat ungkapan latin yang mengatakan “Ubi amor, ibi dolor” yang artinya where there is love, there is pain.
Swirling clouds of purple’d blue dance-
Flighting touches here and again-
Pause only in a fighter’s stance
To let the petals drop once more.
Crystalline sparkles glance askew-
Glistening as made of rubies-
Rain’d in morn from the eyes of two
Who fear the gale, the coming storm.
Ubi amor, ibi dolor.
Always;
Overt or nay,
They abound; paired,
Ever paired,
Feeling.
Swirling clouds again take the sky-
A cyclone of Felt power there-
Rise in a twinned embrace on high,
To the pinnacle of curse’d life.
Ubi amor, ibi dolor.
Always.
[Elysian]
Begitulah ketika mencintai seseorang, karena kita mencintai orang, orang itu makhluk yang tidak sempurna. Berbeda ketika kita mencintai Allah, kita tidak akan pernah disakiti oleh-Nya karena Allah Maha Pengasih da Penyayang.
.
.
Merry Indria Read More
Perempuan Kepada Lelakinya
AGEE COMPUTER |
9:05 PM |
Lighthouse
|
Rindu
.
.
::: Perempuan itu menggenggam sebuah hati yang utuh kepada lelakinya. Hati-hati dia berjalan pada jalan setapak dan masih menggenggam hati yang tulus kepada lelakinya. Tanpa lelah dan berhenti, perempuan itu terus berjalan, mencari lelakinya yang tak kunjung datang, meski rindu sudah diambang perbatasan kesabaran. Perempuan itu selalu memperlebar batas-batas kesabaran untuk tempat rindu yang selalu singgah pada setiap detiknya. Cintanya terlalu tulus, dan besar, dan terkadang tak merasa ia sudah berjalan jauh untuk mencari lelakinya.
.
::: Perempuan itu menggenggam sebuah hati yang utuh kepada lelakinya. Hati-hati dia berjalan pada jalan setapak dan masih menggenggam hati yang tulus kepada lelakinya. Tanpa lelah dan berhenti, perempuan itu terus berjalan, mencari lelakinya yang tak kunjung datang, meski rindu sudah diambang perbatasan kesabaran. Perempuan itu selalu memperlebar batas-batas kesabaran untuk tempat rindu yang selalu singgah pada setiap detiknya. Cintanya terlalu tulus, dan besar, dan terkadang tak merasa ia sudah berjalan jauh untuk mencari lelakinya.
Lelah yang ia rasakan tak mampu menghalangi untuk segera menemukan pasangan hati yang dibawa lelakinya.
Ya, perempuan itu terus mencari kemanapun tempat yang ia ingin cari. Satu persatu dia singgahi tempat-tempat yang ia merasakan keberadaan sang lelakinya. Ia merindukan lelakinya, lelaki yang berarti di dalam kehidupannya.
Di jalan ini, sang perempuan menemukan lelakinya berdiri pada perempatan jalan, memeluk hati yang sama seperti hati sang perempuan. Masih ada ukiran nama sang perempuan di tengah hatinya. Lelaki ingin pulang namun tak sanggup ia melewati jalan-jalan pulang. Sang lelaki tersesat. Ah, beruntung sang perempuan menemukannya, ia berlari memeluk kekasihnya. Tak terlepas pelukannya hingga maut memisahkan cinta mereka.
.
.
By Merry Indria, Friday, June 5, 2011
.
By Merry Indria, Friday, June 5, 2011
Sendiri Dalam Penantian
Aku rasa malam semakin larut, dan tak terasa bulan mengintipku melamun di balik jendela kamarku.
Aku rasakan angin menyapaku dengan lembut.
Aku tersenyum pada langit malamku, menjelajah tiap jengkal udara malam yang semakin dingin.
Aku teringat tentang kita, tentang perbincangan masa depan yang kita ukir pada kata-kata.
Di kursi kayu itu,
kita duduk berdua diiringi suara potongan bambu yang dirakit menjadi gantungan indah,
dengan bunyi khas ketika angin meniupkan nafasnya.
Aku merindukan senyummu itu,
senyum yang sudah lama tak lagi aku lihat.
Batas ruang dan waktu membentang, seperti tak merestui.
Aku akan menghabisakan sisa malamku untuk berbincang dengan bulan.
Agar ia mau menyampaikan rindu yang terlalu padanya.
menatap cahaya bulan pada remang malam.
Masih angin menyapaku, dengan nafasnya yang lembut membelai sekujur tubuhku.
Sendiri di sini, menanti segenggam asa dan cinta yang akan engkau berikan lagi padaku.
Malam yang gelap,
berselimut awan-awan yang berkejaran, dan sesekali menutup senyuman sang bulan.
Kekasihku,
aku melihat senyummu dilangit gelap itu,
seperti cahaya yang benderang.
Tuhan mengirimkan wajahmu pada remang malam,
terlihat kau seperti tersenyum padaku,
wajah dan senyum yang terlihat jelas oleh pantulan sinar bulan.
Aku merindumu…..
.
.
By Merry Indria, Sunday, June 5, 2011 at 1:20 am.
.
By Merry Indria, Sunday, June 5, 2011 at 1:20 am.
Bintang dan Bulan Pada Langitku
AGEE COMPUTER |
2:54 AM |
Little Note
Lihatlah langit pada malam hari ini.
Ketika hujan tak kunjung datang, ada sejuta bintang tersenyum indah di langit malamku, menyapaku dan berbincang denganku.
Pada perjalanan ini, di jalan setapak pernah aku lalui bersama dia, bergandeng tangan, dan tertertawa bersama.
Saat perbincangan dengan bintang, ku selipkan sebuah tanya, kenapa dia yang aku cinta pergi, bintang?
Bintang tak mampu menjawab, hanya tersenyum penuh arti yang aku tak mampu menebak arti senyumnya.
Lalu, aku mencoba bertanya pada bulan, yang ketika itu tengah menunjukkan senyum terbaiknya.
Bulan kenapa dia yang aku cinta pergi, bulan?
Bulan sabit tersenyum padaku, dan menjawab, “Dia pergi karena dia mencintaimu, dia hanya ingin keadilan dan kebahagian berpihak padamu. Maka itu dia pergi menghilang.”
Apa maksudnya? Aku kembali bertanya-tanya dalam hati kecilku.
“Dia ingin engkau menemukan kekasih hati yang mampu membahagiakanmu, memberimu cinta yang lebih berarti dari cintanya, memberikan semua harapan-harapan yang engkau inginkan. Dia bukan orang yang tepat untukmu, wahai gadisku. Suatu hari Tuhan akan mengirimkan penggantinya yang terbaik untukmu.”
Hatiku risau, sedih, dan putus asa. Ketika cinta ini tak mampu memiliki, ketika harapan semua pupus. Masih bintang-bintang menemaniku, menguatkan aku, memberikan kembali semua harapan yang pernah hilang.
“Gadisku, meski kau tak mampu memilikinya, namun masih ada separuh hati untukmu, yang masih dia simpan erat dalam sudut jiwanya. Masih ada puing-puing cinta yang ia simpan dalam belanga cintanya yang tak pernah akan ia hapus dalam setiap jejak langkahnya.”
Tiba-tiba aku merasakan angin malam berhembus menitipkan pesan darinya. Dia merindukanku, seperti hari-hari sebelumnya. Dia masih mencintaiku, seperti rasa-rasa sebelumnya yang tak mampu berubah, dan tak akan bisa dirubah. Dia menginginkanku untuk selalu bahagia, tersenyum, dan tertawa. And when I cry, he cries too.. Angin malam membawakan sebuah ciuman darinya, ciuman yang lembut dan penuh cinta, tiada orang lain mampu merasakannya. Dan angin malam juga membawakan sebuah pelukan hangat yang mampu meleburkan setiap hati yang menggigil.
Suara burung malam menyanyikan kidung kenangan dan rasa merindu ketika kami masih bersama. Merdu bersenandung bersama malam yang kian semakin pekat. Ingin segera aku terlelap, menemui dalam ruang mimpi, menatap senyummu, dan menggenggam tanganmu. Aku sendiri dan sepi dalam ruang fana yang semakin menghitam gelap.
Read More
Lagu Hujan Yang Menyanyat
AGEE COMPUTER |
3:20 AM |
Little Note
|
Rain
Jiwa berkelana ini menantimu.
Pada malam di pinggir jalan setapak resah tak menentu.
Beberapa menit berlalu.
Datang dirimu terbingkai senyum rindu.
Kau pegang tangan, dan kau cium penuh dengan cinta tulusmu.
Ah, aku merindukanmu, merindukan setiap jengkal cerita yang kau bacakan untukku, merindukan dekapan hangatmu dan mesra cium manismu.
Rintik hujan menapak setiap jejak kerinduan semakin terendap.
Aku mendengar lirih suara nyanyianmu, lagu cinta yang kau dendangkan untukku melewati rintik hujan yang membelai bumi.
Hangat ciummu tak terasa rintih dingin berpijak dalam manis bibirmu, berpeluk dalam kerinduan.
Ah, ciumanmu seperti pisau menusuk hati, perih itu kembali ku rasakan.
Pelukanmu menikan tajam pada jantungku.
Aku tersungkur, lemah, tak mampu menghindar, mungkin aku akan mati.
Tapi masih aku menikmati nyanyian hujan di malam hari yang bersenandung pada hati yang tengah lara hati, berpeluk pada asa yang tlah pergi.
Read More
Pada malam di pinggir jalan setapak resah tak menentu.
Beberapa menit berlalu.
Datang dirimu terbingkai senyum rindu.
Kau pegang tangan, dan kau cium penuh dengan cinta tulusmu.
Ah, aku merindukanmu, merindukan setiap jengkal cerita yang kau bacakan untukku, merindukan dekapan hangatmu dan mesra cium manismu.
Rintik hujan menapak setiap jejak kerinduan semakin terendap.
Aku mendengar lirih suara nyanyianmu, lagu cinta yang kau dendangkan untukku melewati rintik hujan yang membelai bumi.
Hangat ciummu tak terasa rintih dingin berpijak dalam manis bibirmu, berpeluk dalam kerinduan.
Ah, ciumanmu seperti pisau menusuk hati, perih itu kembali ku rasakan.
Pelukanmu menikan tajam pada jantungku.
Aku tersungkur, lemah, tak mampu menghindar, mungkin aku akan mati.
Tapi masih aku menikmati nyanyian hujan di malam hari yang bersenandung pada hati yang tengah lara hati, berpeluk pada asa yang tlah pergi.
Read More
Hujan Masih Menyapaku
AGEE COMPUTER |
3:14 AM |
Little Note
|
Rain
Ketika panas beberapa hari ini menggangguku, kering dalam hati tiada sejuk angin menggetarkan jiwa yang sepi.
Sepertinya matahari tertawa senang, karena tiada mendung menghalangi cahyanya menerobos ke bumi.
Aku merindukanmu, tiap rinai air yang jatuh menyapa bumiku, suara rintik hujan menentramkan hati.
Ketika dia datang, ada hati mekar pada sudut taman impian.
Akar-akar saling berciuman dan berpelukan.
Sunyi, hanya terdengar rinai-rinai yang mendekap jiwa-jiwa merindui aroma kembang kerinduan.
Bersemilah, tiada kuncup yang layu berjatuhan dalam kelelahan kesetiaan.
Aku selalu merindukanmu, membelai jiwaku ketika kesepian melanda keterpurukan.
Kasih, lihatlah pelangi ketika hujan telah menepi pada peraduan,
ada senyumku terangkai menjadi warna pelangi menghias langit dan terbingkai lembutnya awan.
Ketika hujan itu menyapa, aku ingin mendekap erat tubuhmu, untuk memberikan kehangatan pada setiap darah yang mengalir. Read More
Sepertinya matahari tertawa senang, karena tiada mendung menghalangi cahyanya menerobos ke bumi.
Aku merindukanmu, tiap rinai air yang jatuh menyapa bumiku, suara rintik hujan menentramkan hati.
Ketika dia datang, ada hati mekar pada sudut taman impian.
Akar-akar saling berciuman dan berpelukan.
Sunyi, hanya terdengar rinai-rinai yang mendekap jiwa-jiwa merindui aroma kembang kerinduan.
Bersemilah, tiada kuncup yang layu berjatuhan dalam kelelahan kesetiaan.
Aku selalu merindukanmu, membelai jiwaku ketika kesepian melanda keterpurukan.
Kasih, lihatlah pelangi ketika hujan telah menepi pada peraduan,
ada senyumku terangkai menjadi warna pelangi menghias langit dan terbingkai lembutnya awan.
Ketika hujan itu menyapa, aku ingin mendekap erat tubuhmu, untuk memberikan kehangatan pada setiap darah yang mengalir. Read More
Pantai
AGEE COMPUTER |
5:24 AM |
Little Note
Aku
rindu
suara
debur
ombak
yang
sedang
menepi
.
.
Aku
rindu
pasir
lembut
dibasahi
air
laut
.
.
Aku
rindu
angin
yang
bertiup
membelai
setiap
helai
rambutku
.
.
Aku
rindu
gelombang
air
pasang
.
.
Aku
rindu
pantaiku
.
.
.
~ kapan aku ke pantai lagi? I really miss the beach..
Merry Indria
ketika mei akan menepi dan juni datang menyapa, ku rindu pantaiku.. Read More
Subscribe to:
Posts (Atom)