Apakah Tuhan akan marah padaku, jika aku mencintai melebihi cintaku pada-Nya?
Aku melihat diri-Nya ada pada dirimu.
Begitu tenang saat bersamamu, memandangmu, berbicara denganmu, seperti berbicara dengan Tuhan. Menyejukan.
Aku sedang mengingat awal kita bertemu pada segerombolan orang-orang.
Aku berdiri pada sisi di mana banyak orang mengerumuniku, aku takut kau tak mampu menemukan aku. Seketika itu aku menoleh, aku melihatmu mencariku.
Kau tersenyum padaku, menghampiriku diantara banyak orang.
Berkemeja putih, masih ada senyum dibibirmu, dan menjabat tanganku malu-malu…
Waktu demi waktu mendekatkan kita, banyak kata puisi mengalir dalam sungai cinta kita.
Percakapan-percakapan mengalir seperti biasa kala itu, tertawa, merayu, dan merajut mimpi-mimpi membentuk suatu gambaran awan dan pelangi menghiasi langit biru
Mimpi-mimpi kita sedang dirajut, sedikit demi sedikit akan membentuk suatu kenyataan yang menjelma seperti kidung mesra dalam ingatan kotak mimpi kita.
Aku merindukan saat-saat kita berbincang, berdiskusi tentang masa depan dengan penuh kemesraan, bagaikan sajak-sajak yang melantunkan lagu melawati bibir kita.
Aku mencintaimu.
Cinta yang langka aku rasakan, bagai lengkungan indah pelangi membagi warna-warnanya pada kehidupan.
Aku melihatmu tersenyum, lelakiku, tersenyum manakala awan-awan putih dilangit menampakan keindahan surga bidadari.
Kau bilang, itu surgamu, bidadariku.
Sungguh aku tersanjung, memelukmu, mencium bibirmu yang anggun mengucap kata indah untukku.
Terima kasih, lelakiku, tanpamu aku tak akan sanggup menghadapi kerikir-kerikil kecil dalam perjalananku menuju ke lautan Tuhan.
Semoga jiwamu selalu memeluk jiwaku yang rapuh ini.