*Picture from here
Di perumahan saya tinggal ini sebenernya saya kurang betah sih, rasa sosialnya masih kurang dibanding dengan tempat tinggal saya dulu. Anak-anak perumahan sini lebih seneng main gadget daripada main peak umpet, hide and seek, lompat tali dan mainan tradisional lainnya yang pernah saya mainkan ketika waktu masih kecil dulu. Memang perkembangan jaman sekarang memudahkan kita untuk menjalin silaturahmi dengan keluarga atau teman yang jarang ketemu, namun setiap hal pasti akan ada sisi negatifnya. Dibalik semua kemudahan kecanggihan teknologi untuk kita menjalin komunikasi dengan keluarga dan teman, ada kelemahan yang kita dapatkan. Sering kan kita mendengar kata-kata "Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat"? Kata-kata tersebut memang benar adanya.
Kita ambil contoh misal, ketika saya makan malam dengan keluarga di rumah makan, datang sekelompok anak SMA yang masih menggunakan seragam sekolah, mungkin memang begitu kebijakan sekolah yang mengharuskan anak didik mereka keluar dari asrama sekolah menggunakan seragam. Setelah mereka pesan makanan kepada pelayan, mereka pun malah asyik dengan gadget masing-masing, ada yang masang earphone, ada yang asyik pencat-pencet tombol, mungkin chatting atau bermain media social yang lain bahkan asyik ber-selfie ria. Padahal kenyataannya mereka sedang berkumpul bersama, tapi malah asyik dengan gadget masing-masing.
Dulu ketika jaman saya sekolah, berlum ada gadegt secanggih ini, persahabatan kita sangat seru, bukan seperti anak-anak SMA tadi. Komunikasi secara langsung tanpa diganggu gadget, menjadikan persahabatan kami lebih bermakna. Saling tukar pikiran, berdiskusi, dan bercanda, tidak disibukan dengan yang namanya HP, tablet dll, jadi waktu kami berkumpul menjadi sangat intens sekali tanpa ada gangguan. Dan saya sebal juga, ada nih salah satu teman yang dulu asyik banget diajak ngobrol, diajak curhat, eh sekarang malih sebaliknya gara-gara dikit-dikit balesin BBM, *lap keringet dan air mata*, jadi konsentrasinya akhirnya buyar dan bikin sebel kan?! Belum lagi sekarang ada aplikasi telepon gratis, alias free call, jadi ya dikit-dikit telepon, bahkan ketika ada tamu meskipun itu tamunya teman dekat atau bahkan keluarga, si dia malah asyik telepon daripada ngobrol sama tamu. Kasian kan jadi tamu, udah jauh-jauh datang dia malah asyik dengan gadgetnya.
Saya juga tidak menyalahkan kecanggihan teknologi sekarang, toh saya juga pakai. Tapi, ada saat kita harus bisa membedakan kapan kita harus sibuk dengan gadget, kapan kita harus berinteraksi dengan dunia nyata. Teman di twitter saya sedikit, karena apa? Mereka sedikit yang menggunakan twitter, mungkin gaptek (tapi baguslah, jadi ga ngerti apa itu tweet), kalau mereka banyak ngerti twitter, yang saya takutkan ketika lagi ngumpul, ngobrolnya malah lewat twitter, hahahaha.... Teman FB saya? Semua teman yang saya kenal, 95% teman dunia nyata saya, yang 5% teman dunia maya yang saya kenal dengan baik. Saya menggunakan twitter hanya untuk update informasi terbaru dari dunia news, fashion dll, dan saya menggunakan FB untuk mempererat silaturahmi dengan teman lama.
Itu pembahasan saya tentang social media. Diluar social media terutama dilingkungan perumahan saya ini ya, sebenernya ada banyak hal yang menarik sih tentang hubungan sosial antar tetangga komplek saya, salah satunya tetangga depan rumah saya, hanya gara-gara tidak cocok dengan rumah depannya (hal ini adalah rumah sebelah saya), dia memutuskan untuk pindah RT (Rukun tetangga), padahal keamanan, penerangan dan kebersihan dia ikut RT kami, dan uniknya ketika diminta iuran rutin dia tidak memberikan iuaran tersebut alasan RT sudah pindah, hihihihi.. Kalau begitu orang seperti ini pindah aja ke hutan, kok maunya gratisan. Setelah itu dia menarik diri dari lingkungan komplek kami.. Nah menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap saling menghormati, jikalau ada tetangga yang senewen dengan kita, mending jangan ambil pusing deh, kalau bisa sih dibaikin orangnya biar tengsin, bukan malah bersifat seperti tadi, toh akhirnya yang ga enak juga dia sendiri. Saat sang kepala rumah tangga alias suami kecelakaan tidak ada yang jenguk kecuali Mama saya, karena mama saya di sini yang dituakan otomatis mereka respect sama Mama.
Tapi terkadang saya juga menghindari tetangga yang lagi gerombol di salah satu rumah warga. Saya jadi pekewuh, atau tidak enak saja, harus nyapa mereka. Bukannya saya di sini saya ga mau nyapa sih, bukan, karena saat siapa pun yang lewat depan mereka jadi serba salah. Maksudnya gini, di sapa pun terkadang balasnya ga ngenakin, kaya senyumnya ga ikhlas atau memang dasarnya seperti itu, kalau ga di sapa juga kan ga enak, apalagi harus tiap hari lewat jalan itu kalau mau pergi kemana-mana, berbeda nyapa orang yang tinggal bukan di perumahan (KAMPUNG), saat kita nyapa, malah disuruh mampir meskipun basa basi tapi tetap enak kan hubungan dengan tetangga. Untungnya sekarang sudah banyak akses untuk keluar dari "GOA" ini tanpa harus "MONGGO"-in genk ibu-ibu tadi. Yaaaa sesekali lewat juga nggak apa-apa, sambil obral senyum dengan ibu-ibu itu, show that I have better smile... hehehehe..
Bergaul di mana saja memang harus ada tata caranya, tidak seenaknya sendiri. Jangan dicampur adukan dengan dunia nyata dan maya, ya harus tahu situasi, asyiknya ngumpul sama teman dan saudara malah asyik dengan gadget buntutnya malah ga nyambung apa yang dibicarain. Bertetangga memang tidak gampang yang saya kira, karena saya sedikit mengalami susah bersosialisasi, tapi jika ada usaha untuk "mempermudah" kita bersosialisasi akan gampang kan dekat dengan tetangga? Jangan menarik diri dari lingkungan mentang-mentang ada yang iri dengan kita, justru ketika ada tetangga iri dengan kita, berarti kita memiliki lebih, wong tetangga sampai iri gitu, hihihi.. Toh kalau saya lagi ga suka sama seseorang, lebih baik diam KECUALI kalau orang itu "NYUBIT" saya, saya balas "NAMPAR", hahahahaha.. becanda ah..