Hari ini aku buka kembali catatan-catatan lamaku. Catatan di mana setiap nafas aku tuliskan pada secarik kertas ingatan.
Di tempat ini, aku selalu menjadi pejalan kaki kehidupan yang penuh dengan senyum dan tawa. Tempat itu pula aku menapaki getir-getir hidup yang perih, hingga menjadika aku dewasa. Masih teringat jelas, di bawah pohon mangga depan rumah, aku selalu bermain bersama dengan temanku, atau di bawah pohon mangga di belakan rumahku yang menjadi tempat naungan imajinasiku. Lalu, halaman kecil di samping rumah yang buatku teduh bersama permainan semasa kecilku.
Di rumah itu banyak sekali jenis pohon mangga, setiap musim mangga tak perlu kami pergi ke pasar untuk membeli buahnya. Kami hanya perlu memetik jika kami ingin menikmati buah favorite-ku. Di belakan rumah ada banyak jenis pohon pisang, dan rambutan. Belum lagi pohon jeruk pecel, pepaya, dan lain-lain. Dulu aku sering bermain di halaman belakang, bermain sendirian. Dari kecil aku selalu nyaman jika aku bermain sendiri, sangat leluasa tak ada yang bisa mengatur aku. Sifat buruk ini aku bawa hingga sekarang.
Aku hanya bisa melihat dari luarnya. Rumah itu, bukan milikku lagi. Aku merindukan kamarku, kamar yang penuh kenangan. Sebelum aku meninggalkan rumah itu, aku meninggalkan kenangan indah. Aku tak mungkin bisa mengembalikan waktu, karena waktu tak bisa aku putar kembali.
Aku merindukan setiap detik pada kenangan di rumahku dulu. Semua berubah karena nafsu seseorang yang tak bisa mensyukuri nikmat kehidupan. Nafsu syetan yang selalu menghampiri setiap detik kehidupannya, dan kerakusan pada harta dan duniawi, manusia yang hidup pada keegoisan dan kegengsian. Naudzubillah, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya agar tak seperti orang-orang yang mudharat hidupnya. Amin.
.
*lagi kumat dendamnya, astaghfirullah…
.