::
Dasar aku nulis ini karena kata-kata “rumangsa” tadi. Rumangsa itu merasa. Karena hari ini aku benar-benar dihadapkan pada seseorang yang kurang bisa rumangsa. Kenapa saya bilang kurang rumangsa? Jawabnya rasakan sendiri… Hahaha..
Well, ibaratkan saya sebagai penjual on line dan “A” itu sebagai si pembeli. Saya sebagai penjual hanya mendapat untung 10.000 rupiah, kemudian teman A ingin membeli barang jualan saya, dia minta ongkos kirimnya gratis a.k.a free ongkir. Sebagai pedagang yang baik, saya kasih free ongkir. Kemudian dia minta potongan harga, aku hitung-hitung laba yang aku dapat hanya 5000 rupiah, belum lagi ongkos kirim yang seharusnya dibebankan pada pembeli, ini harus saya yang give free ongkir, ini berarti saya minus (bukan kenthir atau gila lho, minus artinya merugi).
Ternyata tidak semua orang bisa rumangsa atau merasa dan memilah perasaan, kendati umurnya sudah banyak, dapat dikatakan dewasa dan tanpa disadari hal ini membuat orang-orang disekitarnya kecewa. Mengingatkanku pada kata pepatah yang menyebutkan: jadi orang jangan selalu merasa bisa, lebih baik menjadi orang yang bisa merasa. Versi Jawanya : dadi uwong ojo rumangsa
bisa, luwih becik sing bisa rumangsa. Kalimat terakhir, lebih baik yang bisa merasa sangat cocok untuk orang-orang yang kurang merasa, khususnya perasaan orang lain. Orang yang tidak bisa rumangsa bisa disebut tidak mempunyai perasaan. Belum tentu yang orang yang kita ajak komunikasi mau menerima ketidakrumangsa-an tadi, ini juga bisa disebut dengan sombong, karena merasa bisa melakukan apapun, hingga pada hal tawar menawar seperti contoh diatas yang mungkin harus ada ilmu “rumangsa” untuk pembeli seperti A ini.
Dalam hal ini, si A memang kurang bisa rumangsa dan hanya memikirkan kesenangan pribadi. Penjual itu juga manusia yang mencari nafkah untuk menyambung hidup, dia mendapatkan uang dari laba yang ia peroleh, jika semua pembeli seperti A ini, kasihan juga sang penjual, sama sekali tidak diberi laba atau keuntungan malah dia “tombok” (apa sih bahasa Indonesianya “tombok”?? Oh ya, artinya tambah, bener kan?!). Penjual juga seperti pegawai lain, making money, bahkan penjual lebih mandiri daripada pegawai yang masih patuh pada peraturan dan kebijakan perusahaan atau instansi yang berkaitan. Seharusnya sebagai pembeli jangan terlalu menawar yang too much, apalagi sudah diberi keringanan masih saja minta keringanan yang lain. Ini bisa saja disebut egois dan tidak rumangsa, coba posisi kita tukar, bagaimana dia menanggapi hal ini??..
Lebih baik kita menyadari akan empati, merasakan juga arti “rumangsa” dan belajar rumangsani wong liyo (merasakan perasaan orang lain), itu lebih baik daripada kita selalu mementingkan keuntungan pribadi. [MIF]
*aja tansah kepengin diemong, nanging kepara bisa a dadi pamong, wondene yen ora kuwagang, pancen wis prayoga yen awake dhewe ora gawe seriking liyan… (kalimat temanku, tentunya. Hehehe..)
Loading
Blog Archives
-
▼
2011
(75)
-
▼
May
(25)
- Layang-Layang
- True Friend
- Kawan Dan Lawan
- Kenangan SMA
- Usah Kau Lara Sendiri
- Ruang Kosong
- Tentang Lara Hati
- Rindu
- Capung
- Semut
- Sepi
- Mengalah Unyuk Menang
- 4 Lilin
- The Puzzle of My Heart
- Rumangsa
- Kerendahan Hati
- Hujan Dan Aku
- Catatan Lama
- Selembar Kertas
- Short Note: Natashaku
- Sebuah Sudut
- Miss You
- Kuncup Bunga Merah Muda
- Menunggu
- Pohon di Balik Jendela
-
▼
May
(25)